🌠 • 21 • Pendekatan

113 91 13
                                    

“Sakit rasanya melihat kamu yang terus memperhatikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Sakit rasanya melihat kamu yang terus memperhatikannya. Sedangkan di sisi lain, aku justru berdiam diri menyaksikan kedekatanmu dan dia. Bisakah kamu lihat ke arahku, sekali saja? Bahwa di sini, ada sosok lain yang juga mengharap tampak di matamu.”

🌠

"Pagi, Kak Gara," sapa si adik kelas seraya memamerkan senyum termanis milikinya.

Sedangkan yang disapa bergeming, dilirik pun tidak. Seolah-olah tak ada siapapun di sampingnya.

"Aku temenin, ya biar Kakak nggak kelihatan jomblo," tukasnya masih memajang senyum secerah matahari. Gadis itu berdiri di sebelah Gara yang tengah berjaga di depan gerbang sekolah, seperti hari-hari sebelumnya. Namun bedanya kali ini, ada sosok tak terduga yang menemaninya, yang kerap mengundang pertarungan tiap bertemu.

Secara terang-terangan Sana memperhatikan detail paras tampan Bintang-nya itu. Dalam hati menggerutu, bagaimana mungkin Bintang bertranspormasi menjadi seorang pria galak berwajah rupawan, seperti sekarang?

Bintang yang dahulu suka menemaninya, bermain bersamanya, dan selalu berada di sisinya kini tampak asing di matanya. Ya, Marri benar. Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Banyak hal yang telah berubah. Banyak waktu yang terisi oleh kesibukan masing-masing. Banyak kejadian yang tak lagi mereka lalui bersama.

"Lihat, tuh! Genit emang itu adik kelas!"

"Genitnya kebangetan! Awalnya aja sok musuhan akhirnya mah malah dideketin juga!"

"Kelihatan, sih! Gimmick kebanyakan nonton drama, ya gitu jadinya!"

Sana mengabaikan sindiran bernada lantang terhadapnya. Fokusnya terpusat pada Gara seorang. Dengan sengaja, Sana mengaitkan tangannya di lengan si kakak kelas. Senyum kemenangan di bibir terbit tatkala sekumpulan gadis penggosip itu kembali meneriakkan rasa tidak sukanya.

"Ngapain lo?!" tegur seorang gadis. Matanya menyiratkan amarah penuh ke arah sang adik kelas. Ini baru pagi dan Sana dengan seenak jidat menyulut emosinya.

"Nggak lihat? Atau lo nggak punya mata?" balas Sana santai. Lengan Sana betah berlama-lama di posisi yang biasa lengan Rere tempati, menggandengnya tanpa beban.

Kepalan tangan Rere terbentuk. "Lepasin! Lo nggak boleh sentuh orang lain sembarangan!"

"Nggak ngaca lo? Emang lo siapanya? Pacar? Bukan, kan? Eh, lupa. Lo kan emang pacarnya, maksud gue pacar halu, mungkin?" Sana mengukir senyum mengejek melihat lawannya mulai terbakar cemburu.

"Gue bilang, lepasin! Lo tuli, huh?!" Rere berteriak nyaring. Alhasil atensi seluruh orang tertuju kepada mereka bertiga. Tertarik menyaksikan momen yang disajikan ketiga orang yang dulu terlibat pertikaian di kantin.

Tatapan Sana tertoleh. Menyungging senyuman. "Kakak nggak suka aku giniin? Kalau iya, bakal aku lepasin," ujarnya langsung.

Gara menundukkan kepala mengamati apitan tangan Sana di lengannya lalu wajah si gadis yang memajang senyum, entah apa tujuannya. "Sebelum itu, saya ingin bertanya."

Escape From You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang