🌠 • 53 • Hidup Normal

34 13 10
                                    

“Jika di perbolehkan memilih, hidup seperti apa yang ingin kau jalani?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jika di perbolehkan memilih, hidup seperti apa yang ingin kau jalani?”

🌠

Tungkai kakinya bergerak melangkah menuju area tengah rumah. Menemukan seorang wanita paruh baya berdiri membelakanginya sedang menyiapkan makanan. Dia mengukir senyum lebar melihat gadis berseragam putih abu itu. "Ayo kita sarapan dulu."

Si gadis SMA duduk di depan wanita yang melahirkannya. Seusai memutuskan untuk tinggal bersama Zahra, hubungan ibu dan anak itu perlahan membaik meskipun agak canggung. Mereka sama-sama belum terbiasa atas presensi masing-masing. Baik Sana maupun Zahra, mereka berusaha mengisi kekosongan satu sama lain yang lama terkubur waktu.

Zahra tak kuasa menahan senyum merekah. Saat ini adalah momen yang selalu Zahra bayangkan. Menyaksikan putri tersayangnya memakan masakan buatannya.

"Mama nggak ikut makan?" tanya Sana menyadarkan.

Sana sedikit aneh mendapat perhatian Zahra secara terang-terangan. Sudah beberapa minggu tinggal bersama, Sana sulit membiasakan diri. Pasalnya hidup dengan Zahra bukanlah sesuatu yang Sana pikirkan akan terjadi di hidupnya setelah Zahra membuangnya hari itu.

"Iya, Mama makan." Zahra menyuap sesendok makanan ke mulutnya, menyingkirkan perasaan tak nyaman Sana. Kali ini Zahra tak ingin Sana menjauh karena perlakuan tiba-tibanya yang bertindak sebagaimana seorang ibu pada umumnya.

Menit demi menit bagaikan ribuan tahun. Sana bangkit, menaruh piring bekas makannya ke atas bak cuci piring.

"Biar Mama aja yang cuci," cegah Zahra mengambil alih.

Enggan berdebat Sana pun mundur, menuju ke kamar mengambil tas sekolahnya.

"Lintang," panggil Zahra.

Sana berbalik, menatap Zahra menunggu kelanjutan kalimat sang ibu.

Zahra menarik napas panjang. "Kamu beneran nggak apa-apa di sana?"

Sesaat Sana bergeming mengerti kekhawatiran Zahra. Perlahan kepala Sana mengangguk yakin. "Aku nggak apa-apa. Dan," Sana mengulas senyum, "aku harus balikin hidup dia, sama kayak yang dia lakukan ke aku dulu. Sekarang giliran aku yang bantu dia berdiri," lanjut Sana menjelaskan.

Melihat tekad putrinya, Zahra balas tersenyum. Tak ada yang bisa Zahra lakukan, selain mendoakan yang terbaik untuk mereka. Entah ke mana akhir kisah mereka bermuara. Hanya satu yang kerap Zahra rapalkan, semoga tidak ada yang tersakiti lagi, baik Sana maupun Gara.

🌠

Siswi berseragam putih abu-abu menghela napas bosan. Kepalanya menelungkup di atas meja. "Gue kangen Sana."

Gadis di sebelahnya manggut-manggut membenarkan. "Gue juga, Mar."

Ocha dan Angkasa diam saja mendengar keluh kesah dua gadis tersebut. Beberapa bulan lalu Sana hadir di antara mereka. Kini sosok itu tak lagi di samping mereka. Rupanya presensi Sana berefek besar bagi suasana kelas mereka, terutama keempat teman dekat Sana.

Escape From You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang