🌠 • 16 • Bintang dan Seribu Keterdiamannya

130 108 23
                                    

“Menyebalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Menyebalkan. Di saat kamu tahu segalanya namun diam saja membiarkanku larut dalam kebingungan.”

🌠

"Sanggara Bintang Kencana. Gara, cowok yang lo buat pingsan pas upacara." Alisnya mengerut melihat tawa kencang lawan bicaranya itu.

"Lo kalau mau bercanda kira-kira dong. Ya kali, dia orangnya."

"Kalau lo gak percaya, ya silakan gue gak peduli. Tapi lo harus tutup mulut, gue nggak suka pembohong."

Tawa si gadis terhenti. Pandangan matanya menatap tajam sosok di hadapannya. "Apa gue nggak salah dengar? Terus apa lo gak ngaca soal ini semua? Nggak usah berlaku sok kalau nyatanya lo pun sama kayak mereka," tandasnya kemudian berlalu, tak menghiraukan keberadaan orang itu.

Bayangan percakapan mereka hari itu terputar ulang bak kaset rusak yang terus-menerus memutar sebuah lagu. Kepalanya menggeleng samar. "Nggak, Sana!" lirihnya meyakinkan. Entah mengapa beberapa hari ke belakang, Sana dihantui kejadian yang mengaitkan Gara di dalamnya, yang katanya bernama Bintang, yang merupakan nama tengah si kakak kelas.

"Argh!" Sana mengerang frustrasi. Kedua tangannya mengacak rambutnya asal-asalan. "Mustahil! Nggak mungkin dia orangnya!" pekik Sana kencang.

Hening.

Seluruh atensi terarah pada Sana erat, tak terkecuali Bu Yeni yang tengah menjelaskan materi Geografi. Memperhatikan anak gadis yang akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan seisi warga sekolah.

Tersadar. Sana bergeming. Meneguk ludah kala Bu Yeni mengumpulkan perhatian penuh kepadanya saat ini.

"Isyana Lintang Azzahra," sebut Bu Yeni pelan memanggil nama lengkap anak muridnya itu, yang entah mengapa suka sekali mengacau di kelasnya. "Bisa kamu jelaskan di bagian mana yang mustahil dari ucapan saya?"

Sana tertegun. Matanya bergerak tak beraturan mencari pertolongan.

Bu Yeni mengembus napas panjang, meredam emosi sebelum amarahnya kembali memuncak akibat jawaban Sana. "Kalau begitu silakan keluar dan cari jawaban yang tepat, itu pun jika kamu tidak ingin saya hukum lari keliling lapangan, seperti tempo hari," jelas Bu Yeni penuh penekanan.

"Tapi, Bu lebih baik saya lari—"

"Tidak ada kata tapi, Isyana. Keluar dan cari jawabannya sekarang juga!"

Sana mendesah kecil. Dengan buku dipelukan–yang akan ia gunakan untuk mencatat materi Geografi–perlahan kakinya bergerak melangkah. Seperti biasa, mencari jawaban dari kalimat Bu Yeni selalu berarti mencatat materi. Yang menjadi masalahnya adalah dia tidak tahu materi apa yang harus dicatatnya, dari sekian banyak materi Geografi. Lantaran dia jarang memperhatikan, jika pun iya Sana hanya menatap kosong ke depan yang berujung dengan teguran ataupun hukuman yang biasa ia jalani.

Escape From You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang