🌠 • 37 • Tak Seharusnya Bersinggungan

57 36 34
                                    

“Pada akhirnya, kamu tumbang sebelum benar-benar menggenggamku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Pada akhirnya, kamu tumbang sebelum benar-benar menggenggamku.”

🌠

Embusan napas berulang kali terdengar, mengisi kekosongan di sekitar. Suara langkah kaki diiringi aura menggebu sontak menyebabkan atensi mereka teralihkan.

"Kak Lintang," sebut Sheira menggumam.

Perasaan Dinda tak enak, segera menahan pergerakan Sheira yang ingin mengikuti Sana. "Shei, bisa kamu keluar panggilin Kak Yumi?" suruh Dinda menyembunyikan kegelisahannya.

Tanpa banyak bertanya, Sheira mengangguk lantas berlari keluar panti, menemui Ayumi yang sedang pergi ke minimarket. Kebetulan hari ini, perempuan itu diberi jatah libur walaupun tidak lama.

Setelah memastikan Sheira menurutinya, Dinda beranjak mengekori Sana yang telah memasuki salah satu kamar, tempat dimana Sana dan Marsya berada kini. Ya, Marsya. Sebelum Sana tiba, Marsya sudah pulang dari sekolah. Itulah kenapa, hatinya mendadak was-was memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi.

"Lintang." Dinda menggedor pintu. "Buka pintunya," sambung Dinda terus mencoba membuka pintu yang sudah pasti dikunci Sana.

"Lintang! Marsya! Jawab gue!" teriak Dinda mulai cemas sebab tidak mendengar suara apapun dari dalam.

"Ada apa, Din?" tanya Ayumi. Deru napasnya memburu sedetik sesudah menyimak cerita Sheira, mengabaikan tujuannya membeli persediaan makanan.

"Kak, mereka di dalam," balas Dinda menatap pintu di hadapannya. Suaranya bergetar takut.

Paham, Ayumi mengetuk pintu berulang-ulang. "Lintang, Marsya, bisa buka pintunya sebentar?" bujuk Ayumi lembut.

Hening.

Tidak ada jawaban.

Dinda dan Ayumi saling bertatapan. Makin kuat dugaan jika terjadi sesuatu di dalam sana, entah pertanda baik atau buruk.

"Kak Yumi," lirih Sheira turut khawatir sembari menarik kecil ujung pakaian Ayumi. Air mukanya jelas menampilkan raut sendu, hampir menumpahkan bulir bening.

Ayumi memamerkan senyum menenangkan. "Nggak apa-apa, Shei. Kamu nggak usah takut, ya. Kakak—"

"Marsya," panggil Dinda pelan melihat sosok yang membuka pintu.

Si pemilik nama meneliti tiga perempuan di depannya. Dinda memerlihatkan wajah cemas. Ayumi tersenyum lega melihatnya. Dan Sheira menatapnya tajam penuh permusuhan, sangat berbeda seperti hari-hari biasanya.

"Aku benci sama Kak Marsya," tandas Sheira kemudian berlari masuk, langsung memeluk tubuh Sana.

Dapat Marsya lihat, keduanya menangis tersedu. Beberapa kali, Sheira mengucap kata-kata penenang pada kakak kesukaannya. Sana beruntung, Sheira sungguh sosok adik–tak sedarah–yang akan selalu ada untuknya, baik susah maupun senang.

Escape From You [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang