“Pintaku hanya satu. Tolong, jangan ambil harapan terakhirku, rumahku, tempat yang mempertemukan kami.”
🌠
Langkah kakinya bederap pelan tak bertenaga. Ingatannya terlempar pada kejadian beberapa jam lalu. Di mana dia dan sosok itu dipertemukan kembali setelah bertahun-tahun lamanya tidak bertatap muka. Seseorang yang dengan teganya menelantarkan darah dagingnya sendiri.
Sana bergeming memerhatikan seorang wanita paruh baya di hadapannya yang juga menatapnya. Raut penuh heran si wanita tak bisa tertutupi. Bertanya-tanya, bagaimana Sana menemukannya di sini.
Sadar dari keterdiamannya, si wanita mengulas senyum kecil menyembunyikan keterkejutannya tadi. "Ada yang bisa saya bantu?"
Kedua tangan Sana mengepal erat. Sorot matanya melayangkan tatapan kebencian terhadap wanita berseragam di restoran tersebut. Bibirnya enggan terbuka, padahal hatinya tengah meneriakkan perasaannya yang terpendam selama ini.
Tidak pernah terpikirkan oleh Sana jika saat seperti ini tiba. Tidak setelah dia benar-benar meninggalkan Sana di sebuah panti asuhan sendirian. Hingga detik ini, Sana tahu kehadirannya tidak berdampak apapun terhadap wanita di depannya, entah sebutan apa yang cocok untuknya selepas membuang anaknya sendiri.
Sana pikir, ucapan Bu Annisa yang mengatakan bahwa jika dia mendatangi tempat ini, dia akan bertemu orang yang hendak membiayai sekolahnya. Mungkin, orang itu mendengar kabar kalau dirinya telah mengundurkan diri dari SMA Wijaya. Namun nyatanya, orang yang di maksud Bu Annisa adalah wanita yang paling dibencinya beberapa tahun lalu.
"Lintang?" Seruan seseorang terdengar bersamaan dengan langkah kaki mendekat. Bibirnya senantiasa tersenyum. "Kamu ngapain ke sini?"
Mata Sana menilik seragam yang dipakai keduanya. Sama. Tanpa menghiraukan pertanyaan Ayumi, Sana melengos pergi begitu saja.
Kaki wanita itu tertahan. Memaklumi kepergian Sana. Mengamati Sana yang berlari semakin jauh, kembali membentang jarak antar ibu dan anak tersebut.
Sana menarik napas panjang, mengembuskannya pelan. Lantas mendorong pintu tempat tinggalnya sekarang. Betapa kagetnya Sana ketika seluruh anak panti menangis sambil mengemasi barang masing-masing.
"Kak Lintang!" Sheira lari ke pelukan Sana. Menangis sejadi-jadinya. "Tadi siang ada yang datang bilang, kita harus pindah. Mereka bilang, kita nggak boleh tinggal lagi di sini," tutur Sheira di sela tangisnya.
Sana balas memeluk erat Sheira, menenangkan. Sebenarnya apa yang sedang terjadi. Kenapa tiba-tiba mereka harus pindah? Ada apa dengan orang-orang yang biasa menjadi donatur panti asuhan itu? Kenapa mereka tega membiarkan anak-anak yang tidak tahu apa-apa ini menderita?
Tersadar dari pemikirannya, Sana diam bergeming. Apa mungkin ini ulah Harris? Hanya karena Sana dan Gara berjumpa lagi? Setakut itu kah? Kenapa? Apa lagi yang mereka sembunyikan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Escape From You [COMPLETED]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sana tak sadar jika dirinya telah menggali kenangan masa lalunya sendiri. Makin dia bertekad, makin dekat juga kenangan itu menyapa. Sayang, dia terlambat. Kini dia tak bisa mengembalikan waktu, karena sejak awal dia salah...