Lima hari kemudian....
Seluruh sekolah riuh dengan suasana pemilihan ketua osis yang baru.
"Abri dan Wandi pasti akan naik".
"iya, mereka calon yang cocok untuk menjadi ketua dan wakil osis"
"ehehehe sepertinya sudah pasti siapa yang naik", kata Rajab setelah mendengarkan omongan siswa lain.
"huffffff suatu kehormatan jika bisa mendapatkan jabatan itu, tapi pasti kesibukanku bisa nambah", keluhku.
"tenang saja bri, aku akan jadi ketua yang tidak akan terlalu merepotkanmu", ucap Wandi.
"jangan begitu", potongku, "justru aku wakilmu, makanya aku tidak akan membiarkanmu sampai kerepotan wan".
"sepertinya aku tidak salah memilihmu jadi calon wakil bri hehe".
Sesi pemungutan suara pun di mulai, total ada 3 pasangan calon.
Wandi dan Aku, lalu ada Fahmi bersama teman Rajab, dan kemudian ada Jalil dengan ketua kelasku April.
Kami, para calon ketua dan wakil duduk rapih di depan kantor sembari menunggu pemungutan suara selesai di laksanakan.
****FAHMI POV****
Aku tidak boleh sampai membiarkan si bodoh itu menang!
Akan lebih baik jika Wandi dan Abri yang naik, karena Wandi juga orang yang bisa aku percaya.
Tapi, untuk dia....
"apa lihat-lihat?!"
"dasar ge'er, siapa juga yang melihatmu!", aku langsung membantah Jalil.
Dasar!, jika sampai dia yang naik, dia bisa memilih calon wakil untuknya dan sudah pasti, jika ia akan memilih Abri.
****JALIL POV****
Dasar!
Aku bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan sekarang.
Sangat jelas kalau Fahmi sekarang sedang mengolok-olokku.
Mendengar dari para siswa lain, mereka terus menyebut nama Wandi dan Abri, itu sudah menjadi bendera kekalahan untukku.
Tapi....
Bukan Jalil namanya jika tidak punya rencana!
"HEI PILIH AKU!"
****FAHMI POV****
A Apa yang si tolol itu lakukan?!
Dia malah memaksa orang untuk memilihnya!
"Ahahahahahahahahahahahahaha", akupun tertawa lepas melihatnya.
"hei!, apa yang kau tertawakan?!", tanyanya.
"hm!, sepertinya ada yang was-was akan kalah", ejekku.
"dari awal kan yang lain memang seperti tidak ada niatan memilih kita", ungkap April.
"cih!, kau mendukung siapa pril?!", tanya Jalil.
Aku melihat ke arah Abri, dia nampak sangat tegang, tangannya saja sampai gemetar. Sementara itu, Wandi terus menelan ludahnya, mereka sepertinya sangat tertekan sekarang.
"bri?"
Abri melirik ke arahku, "i iya mi?"
Kasihan sekali...
"hehe, santai saja bri!".
"a a aku kelihatan gu gu gugup ya?!", memang benar sih.
"ahhh se sedikit, makanya jangan terlalu tegang". Pesanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walau Sejenak
RomanceBagaimana jika Sejenak, Selir Hati, Plupiophile, dan cerita lain karya author yang pernah publish bergabung kedalam satu alur?