Tamu

15 1 0
                                    

Aku segera membuka pintu...

"Wa'alaikumussalam"

Nampaklah seorang pria tegap tinggi di depanku...

Saat pertama melihatnya, aku bisa langsung tahu kalau beliau ini pastinya ayah dari Idham. Mereka sangat mirip...

Beliau putih, tinggi, agak brewokan, mancung juga...

Sepertinya Idham memang berasal dari keluarga dengan darah timur tengah.

"silahkan masuk pak", sambutku dengan ramah.

"permisi ya", beliaupun masuk ke rumah.

Baru juga melangkahkan kaki, beliau langsung melihat Idham yang tengah duduk di tertunduk di sofa.

"Idham?", ucapnya dengan lembut...

"mari duduk pak"

Kami pun duduk di sofa...

Terlihat Idham masih canggung untuk bicara, walau begitu ayahnya tak henti-hentinya memandangi putranya itu.

"Idham, ayahmu disini", kataku.

Namun ia tetap menundukkan kepalanya.

"ehhh...., Idham sudah cerita soal masa lalunya pak", ucapku, "dan......, mungkin Idham masih menyimpan trauma soal kejadian itu"

Ayah Idham pun bergumam...

"hmm, saya mengerti..., saya memang salah...., ayah memang bukan orang yang baik", ujarnya...

"kamu terus menyalahkan diri kamu soal kejadian itu, tapi kamu tidak salah nak..., ayah yang salah!, harusnya ayah ada saat itu!"

Perlahan Idham mulai mengangkat kepalanya mendengar ayahnya bicara.

"ayah memindahkan kamu sekolah disini karena ayah tidak mau kamu terus disana, ayah tidak mau jika kejadian yang sama terulang kembali dan ayah malah kehilangan kamu"

"lalu....", akhirnya Idham pun bicara, "kenapa ayah tidak pernah tersenyum padaku?, ayah selalu dingin padaku!, bukannya ayah benci padaku?!, jangan bilang ayah menyayangiku jika ada orang lain yah!, aku benci formalitas seperti itu!"

"Idham!", tanpa sadar aku membentaknya...

Naluriku, aku sangat tidak suka melihat seseorang yang lebih muda membentak orang yang lebih tua darinya.

"dia ayahmu, jaga ucapanmu!, maaf soal itu pak"

Ayah Idham terdiam...

Ia lalu bergeser maju dan memegang pundak putranya.

"bagaimana ayah bisa tersenyum?, bagaimana ayah bisa senang kalau ayah harus melepasmu pergi?, kamu tahu ayah benci bersedih di depan orang lain nak!"

Aku bisa merasakannya....

Ayah Idham begitu tulus...

Kini aku merasa jika Idham hanya salah prasangka saja dengan ayahnya.

"yah....", air mata Idham pun berderai...

"hiks he heee.... Kemana saja ayah selama ini?!, aku sendiri disini!, aku berusaha menjadi orang yang berprestasi agar ayah bisa bangga padaku!"

"kamu selamat dari tragedi waktu itu saja ayah sudah sangat bangga dan bersyukur nak!", tangis ayahnya pun pecah dan langsung memeluk Idham.

"he heeee a ayah.... hiks ayah.....", Idham pun demikian.

Aku tersenyum...

Menyaksikan momen mengharukan ini membuatku jadi teringat dengan masalalu ku.

Walau SejenakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang