Abri mengajakku makan...
Dia membawaku ke warung makan favoritnya, letaknya tidak jauh dari Gym tadi.
Selepas mandi, aku dan dia langsung berangkat kesana, dan tanpa waktu lama kami sudah tiba di depan satu warung di pinggir jalan.
Selesai memarkirkan motor kami, kami langsung masuk kedalam warung.
"Mbak!!!!", Abri langsung menyapa seorang wanita yang sedang sibuk memasak makanan.
"Abri?!!!!!, lama tidak kesini....", si mbak nampaknya sudah sangat mengenal Abri.
"hehe, dari kemarin aku cuma minta tolong kakak buat beliin Kwetiau disini, yang biasa satu ya mbak!, mi?, kau mau apa?", tanya Abri padaku.
"disini ada Kwetiau kuah sama goreng, ada nasi goreng, ada ayam lalapan juga, tapi recomended disini Kwetiaunya"
"lho kok malah ngiklan bri?", tanya si mbak.
"hmm, kalau begitu aku juga Kwetiau satu", kataku.
Selesai pesan, kami berdua pun duduk di salah satu meja.
"bri..."
"hm?"
"Gusti sama Wandi belum pulang ya tadi?", tanyaku.
"belum, katanya masih mau latihan mereka"
Rasanya...
Aku agak canggung sekarang.
"mi, jadwal bazar kedua belum ada?", tanyanya.
"hmm, belum, tapi mungkin nanti sehabis tahun baru", jawabku.
"kenapa?, kau mau nyanyi lagi?"
"hehe ti tidak..., aku agak malu"
"lho.... Malu kenapa?, kan suaramu juga bagus bri, main gitar jago, olahraga sudah pro, renang lincah...., pintar.... dan......."
Tanpa sadar aku jadi kelepasan memujinya.
"dan.....", Abri menatapku dalam, menunggu aku melanjutkan ucapanku.
"dan... Ekhem.... kau pintar!", kataku dengan asal.
"tadi kau sudah bilang pintar lho, hahaha", aku benar-benar canggung sekarang.
"oh iya..., soal tadi.... maaf ya"
Aku jadi bingung, "kenapa?, kau minta maaf untuk apa?"
"ummm, maaf...., tadi sebenarnya di Gym aku mengerjaimu, uhuk!, sedikit membalas yang dulu.... saat kau merekamku ketakutan, hehe maaf ya"
"di Gym?", jangan bilang saat dia menyuruhku mencoba semua alat disana.
"uhhhh", aku langsung menyentil dahinya.
"aduh!, sakit tahu!"
"mana ada sakit!, aku nyentilnya cuma pelan..., bawel"
"uhhh berhenti memanggilku bawel!"
"soalnya kau memang bawel!"
"ini Kweiaunya", si mbak akhirnya datang membawakan pesanan kami.
"yeeeee akhirnya!!!!, makasih mbak!", Abri terlihat sangat kegirangan.
Aku lalu melihat isi dari mangkuk yang masih beruap ini...
"hmm...", dari aromanya memang sudah bisa ku bilang kalau kwetiau ini enak.
"ayo di coba", kata Abri yang sudah menikmati kwetiaunya.
"iya...", akupun mulai menyendok mie yang pipih ini masuk kedalam mulutku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walau Sejenak
RomansaBagaimana jika Sejenak, Selir Hati, Plupiophile, dan cerita lain karya author yang pernah publish bergabung kedalam satu alur?