Besoknya.....
Di sekolah, sejak tadi pagi aku menghindari Abri. Kejadian kemarin benar-benar menyadarkanku kalau memiliki Abri itu sudah tidak mungkin untukku.
"Abri lebih memilih Andi", akupun curhat dengan Rajab, Ivan dan juga Gusti di perpus.
Semua yang aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri aku ungkapkan pada mereka.
"kau yakin mi?, jangan sampai kau hanya salah lihat", tanya Ivan.
"iya, mungkin saja posisi Andi dan Abri saat itu memang berdekatan jadi kau melihat mereka seperti sedang berpelukan"
"tidak jab, jelas-jelas aku melihat tangan Andi itu melingkar di tubuh Abri"
"umm....., ba bagaimana kalau aku tanya Abri langsung?"
"Kalau begitu jab... nanti Abri malah curiga kalau selama ini Fahmi menyukainya?", kata Gusti.
Tidak...
"tidak perlu....."
Akupun mengeluarkan kalung kak Waldi yang kak Yudi berikan padaku waktu itu.
"sepertinya kak Waldi salah menitipkan barang ini"
"wa walau begitu kau jangan sampai patah semangat mi!, apalagi nanti siang tim sekolah kita akan melawan....."
"SMK Penerbangan", Gusti menyambung ucapan Rajab.
"untuk saat ini sekolah mereka yang paling unggul"
"bagaimana kalau kau taruhan dengan Andi?!, yang menang nanti siang akan mendapatkan Abri!", sungguh saran yang buruk dari Ivan.
"tidak van, memangnya aku Jalil?, tapi.... Aku akan tetap berusaha untuk memenangkan turnamen ini!".
.
.
Siangnya....
Aku sudah bersiap di dalam arena dengan anggota tim yang lain, begitupun dengan Andi yang terlihat sedang melakukan sedikit peregangan.
"saya ya mi, padahal seharusnya kita ketemu di final", kata Andi.
"hehe, kalau begini ya mau bagaimana lagi?, harus ada yang tersingkir bukan?", balasku.
Kini aku kembali berpikir....
Apa Andi dan Abri benar-benar mempunyai hubungan yang istimewa?
Apa aku yang terlalu cepat menarik kesimpulan kemarin?
Akhhhh fokus Fahmi!, kau sedang bertanding sekarang!
"AYOOOO FAHMI!!!!! AYO ANDI!!!!!!!", itu...
Abri saat ini sedang meneriakkan nama kami dari pinggir lapangan.
Andi yang mendengar itu terseyum dan mengangkat jempolnya pada Abri.
"PASTI!!!!!!!"
Akupun turut tersenyum, dan hanya mengangguk.
Priiiiit!!!!
Sempritan di tiup, pertandingan pun di mulai.
Andi dengan lincahnya langsung mendapatkan bola dan mulai memainkannya.
Aku kemudian berusaha mengejar Andi untuk merebut bola yang ada padanya.
"langsung ketemu ya!", kata Andi begitu aku berhasil menyusulnya.
"walaupun dari kemarin aku belum mencetak gol, tapi aku akan berusaha agar kali ini bisa mencetak skor juga!", kataku.
"hehe, itu kalau kau bisa!", Andi tiba-tiba mengoper bolanya ke teman se tim nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walau Sejenak
RomanceBagaimana jika Sejenak, Selir Hati, Plupiophile, dan cerita lain karya author yang pernah publish bergabung kedalam satu alur?