Jalur

43 3 0
                                    

****ABRI POV****

Aku tiba-tiba terbangun akibat rasa dingin yang aku rasakan.

Terdengar dari luar tenda badai masih mengamuk, bahkan sekarang suara tiupan angin semakin kencang.

"huhhh....", aku mendengar lenguh nafas seseorang, yang kemudian aku sadari itu pasti Fahmi.

Aku bergegas menyalakan lampu dan terlihat, "mi!", aku mencoba menggoyangkan tubuh Fahmi yang nampak menggigil.

"mi bangun! Jangan tidur mi! Fahmi!!!!"

Saat aku menyentuh tangannya, aku merasakan dingin yang luar biasa, terlebih nadinya yang lemah dan nafasnya yang sangat berat saat ku periksa.

"a aku.... aku harus bagaimana?!!!"

Di tengah kepanikanku....

Aku mendadak ingat cerita Fahmi saat ia menyelamatkanku, bagaimana ia mengembalikan suhu tubuhku.

"apa....., aku harus melakukannya juga?", tanyaku pada diri sendiri.

Aku menelan ludah, tidak ada waktu untuk berpikir...

Akupun menanggalkan seluruh pakaianku juga pakaian yang Fahmi kenakan.

"ma maaf mi.....", ucapku.

Akupun memeluk tubuhnya dengan kuat lalu menutupi tubuh kami dengan selimut.

"kumohon mi...., bertahanlah", ucapku dengan mata terpejam dan air mata sudah mengalir keluar.

Tak lama kemudian, tiba-tiba aku merasakan Fahmi membalas pelukanku.

Lalu dengan nafasnya yang berat, ia berbisik di telingaku...

"terima kasih....", dengan suaranya yang gemetaran.

.

.

Besoknya....

Hujan masih mengguyur di luar tenda, sedangkan aku dan Fahmi hanya bisa duduk di dalam tenda.

"mi, yang lain akan datang kan?", tanyaku untuk yang ke empat kalinya.

Fahmi menunduk, "hmm......, sejujurnya bri... Sepertinya kita harus turun sendiri"

"tapi di luar masih hujan", ucapku.

"setidaknya sudah tidak sederas yang kemarin bri, kita bisa terobos bri", jelas Fahmi.

Aku berpikir sedikit, jika terus tinggal mengharapkan bantuan datang juga akan sangat memakan waktu. Ada baiknya jika kami segera turun dan tidak tinggal di sini, apalagi ada Fahmi yang sudah pernah mendaki, ia pasti tahu apa yang harus di lakukan dalam kondisi seperti ini.

"ba baik, kita turun kalau begitu", akupun setuju.

Kemudian kami berdua beres-beres dan merobohkan tenda.

.

.

.

.

Sementara itu....

****WALDI POV****

"ABRI!!!!!!!!!!!!!! ABRI!!!!!!!!!!!!!!", sahutku bersama dengan para tim pencari yang lain.

Semalaman aku tidak bisa tidur saat tahu Abri menghilang, aku tak bisa berhenti memaki diriku sendiri.

Harusnya aku menyuruhnya berjalan di depanku, dasar bodoh!

"Fahmi!!!!!!!!!!!!!", sahut rombongan pendaki lain yang ikut mencari temannya yang hilang.

Yang aku ketahui adalah dia satu sekolah dengan kami, namanya Fahmi dan kalau tidak salah mereka dekat dengan Abri.

Walau SejenakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang