09: Apes

2K 160 24
                                    

Wajah Arial bonyok, bonyok yang dimaksud ialah lebam di beberapa titik wajah terutama bagian sudut bibir kanan kiri dan pipinya. Untung saja gigi Arial tidak ada yang patah  mengingat betapa bersemangatnya pukulan Farel tadi.

Arial masih bisa pulang sendiri menaiki motor. Seperti biasa Arial lewat pintu belakang yang tidak mengharuskannya bertemu dengan Farel yang pasti jam-jam segini sedang makan sore.

Arial tidak apa-apa, sungguh. Ia tidak juga melaporkan kasus ini ke guru BK, cukup Dafa saja yang mengetahui.

"Ah, Bun kapan ya Al bisa deket lagi sama Bunda." Tidak sengaja mulut Arial bergumam ketika melihat keromantisan mereka dari ujung tangga.

"Gue cemburu sama lo Rel, tapi ... ah, udahlah," Arial berdecak kesal, ia tidak suka suasana hatinya menjadi melow.

Arial menaruh tas di kursi belajar, Arial duduk di atas lantai bersandar pada pintu kamar. Arial memejamkan matanya seiring tangan yang saling menjambak rambut.

"Rey, andai lo di sini, gue pasti gak akan lemah kek gini," cicit Arial menarik keras rambutnya.

"Ck, emang kapan gue lemah? Gue gak lemah kok, lo kuat Al! Ck, malesin banget hari ini!" Arial beranjak berdiri menendang sepatu sekolahnya.

Arial menghempaskan tubuhnya di atas kasur. "Gue kangen lo Rey ..."

"Gue gak sanggup hadapin ini semua sendiri, gue pengen pergi,"

"Tapi pergi ke mana?"

"Arrrgh ... kepala gue sakit banget sih!"

Arial mengusap kasar surai hitamnya hingga kusut.

●●●

Farel mencari keberadaan obat andalan yang ia minum setiap hari. Satu tangan Farel menekan telinga, satunya lagi menyusuri laci satu per satu.

Hanya obat itu yang dapat membuat Farel tenang dalam situasi ini. Farel mengintip bawah meja belajarnya, Farel menjulurkan tangannya mengambil satu butir obat yang tidak sengaja jatuh di bawah meja.

Tak peduli sudah berapa lama obat itu jatuh, tak peduli akan status kotor dan tidaknya obat tersebut, Farel lantas menelannya langsung. Lidah Farel mendorong masuk obat tersebut masuk ke dalam tenggorokan.

"Pergi lo semua! Jangan ganggu gue lagi!"

Farel menelungkupkan kepala diatas lipatan siku, lalu Farel memeluk kedua kakinya.

Jantung Farel berdebar, rasanya obat yang ia minum telah bekerja. Bayangan serta teriakan yang bersumber dari segala arah mulai menghilang, Farel berhenti membungkam telinganya.

Tatapan Farel kosong, Farel berdiri dari posisinya. Mengambil pisau yang tersimpan di bawah ranjang kamar, Farel membuka pintu kamar. Tangan kanannya menggenggam erat pisau lipat.

Farel menuruni anak tangga tanpa menunduk ke bawah.

"Farel?"

Jovan menatap Farel dari atas sampai bawah. Jovan memanggil nama Farel, namun Farel tetap berjalan ke arah pintu kamar tamu tanpa menjawab panggilan Jovan.

Stepbrother✔️ [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang