53: Meninggalkan Duka Mendalam

3.4K 175 50
                                    

Dunia Farel seolah diruntuhkan pada malam itu juga. Harapan Farel ingin melihat Arial bugar seperti sedia kala rasanya sudah dipatahkan oleh semua kenyataan. Perasaan Farel hancur. Hancur, sehancur-hancurnya hingga dia tak bisa berkata-kata.

Lirih tangisan Farel mengiringi jenazah Arial untuk dibawa ke rumah duka. Malam ini seharusnya menjadi malam yang penuh kebahagiaan, seharusnya malam ini keluarga Mandala sedang mengadakan perayaan atas kemenangan Farel. Namun apa yang justru terjadi?

Farel kehilangan separuh jiwanya.

Jenazah Arial dibaringkan di ruang tengah setelah turun dari mobil ambulan. Tangis Farel tidak sehebat beberapa menit lalu, ia tak lagi memaki petugas medis agar memeriksa kondisi Arial lagi. Di sampingnya ada Bunda yang tak kalah berduka, Farel ingat pesan terakhir Arial supaya menjaga Bunda dalam kondisi apapun.

"ENGGAK! AL CUMA TIDUR! DIA BISA MANDI SENDIRI!" Ranum melindungi tubuh Arial yang hendak dimandikan.

Farel menarik nafasnya sesak. Air matanya berkumpul, seketika berjatuhan ketika Farel mengedipkan mata.

"Bunda...," bujuk Farel.

"Al nggak suka dimandiin! Dia mandiri sejak kecil. Pokoknya nggak boleh ada yang sentuh dia, PERGI KALIAN! PERGIII!!" Ranum berteriak membentak semua orang yang mendekat.

"Ranum, ikhlas...," Jovan menarik istrinya mundur. Mengusap pundaknya yang masih bergetar hebat. Jovan memberikan pelukan erat untuk menguatkan istri yang emosinya sedang terguncang itu.

"Enggak... Al itu cuman tidur..." ujar Ranum kukuh. "Kamu inget kan pas kita dapat kabar Al meninggal waktu itu? Dia bisa bangun lagi kan? Dia bisa sehat lagi kan? Nanti Al juga bakal bangun, kita tunggu aja, pasti nggak lama lagi anakku bisa bangun lagi," Ranum berganti menatap Arial yakin.

"Al udah nggak ada ... dia udah tenang di atas sana...," Jovan berusaha memberi pengertian.

"NGGAK! NGGAK MUNGKIN!" Ranum bersimpuh, ia memegang kedua bahu Arial.

"BANGUN AL! TUNJUKIN KE SEMUA ORANG KALAU KAMU MASIH HIDUP! BUNDA TAU KAMU MASIH HIDUP, SAYANG! AYO BANGUN! BANGUUUN!!" Ranum mengguncang tubuh Arial yang terbujur kaku itu dengan kuat.

"Bunda! Cukup!"

"APA?! KENAPA?!" Ranum menatap Farel penuh sorot tajam.

Farel berusaha mati-matian agar air matanya tidak lagi keluar. Farel beringsut memeluk tubuh Ranum, ia mendekap erat pundak Ranum ketika sang empu meronta minta dilepaskan. Farel tau dia tak ahli dalam menenangkan seseorang, tapi kali ini Farel tulus melakukannya. Farel benar-benar ingin membuat Bunda merasa tidak sendirian.

"Ada Farel, ada Ayah. Bunda masih punya kita," ujar Farel dalam dekapannya.

"Al masih ada, kamu harus percaya," bantah Ranum lirih.

"Farel tau ini pasti berat, tapi Bunda harus ikhlas... Al sedih liat Bunda kayak gini," Farel melepas pelukannya, ia menatap wajah Ranum yang sembab.

Ranum menggeleng. "Bunda nggak mau kehilangan Al, Bunda nggak mau..." Ranum terduduk menumpukan kedua tangannya pada alas tikar.

●●●

Jovan terpaksa mengurung Ranum di dalam kamar. Akibat rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam membuat Ranum tidak bisa mengontrol emosi, ia memaki semua orang yang hendak mempercepat proses pemakaman Arial.

Tak terasa hari sudah berganti pagi, tak terasa tinggal hitungan jam Arial akan meninggalkan rumah ini untuk selamanya. Arial akan menempati rumah baru, Arial tak mungkin menginjakkan kaki di rumah ini lagi. Farel tak henti-hentinya memandang wajah Arial lekat-lekat selama semalaman penuh. Farel menatap wajah pucat Arial di setiap sudutnya, merekam jelas rupa anak itu untuk yang terakhir kalinya.

Stepbrother✔️ [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang