Arial kecil sangat jarang sakit. Paling anti dengan demam-demam unyu meski sudah bermain sepak bola sambil hujan-hujanan.
Masa kecil Arial indah dilalui di kampung tempat tinggalnya. Bersama Reyndra, dia punya mimpi besar untuk mengarungi dunia berdua. Namun sayang, kenangan manis mereka harus terkubur ketika Reyndra tidak bisa diselamatkan lagi atas kejadian kecelakaan tragis beberapa tahun silam.
Arial tentu menyesal telah mengajak Reyndra menaiki motor padahal dirinya sendiri belum mahir mengendalikan mesin motor.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa dirubah. Tak mungkin waktu dapat bergerak mundur supaya Arial dapat mencegah kecelakaan itu.
Semenjak kecelakaan, perlahan-lahan kesehatan Arial mulai menurun. Enam bulan setelahnya, Arial sering demam ketika pagi. Mungkin gejala itu belum mengarah pada tumbuhnya jaringan di dalam kepalanya---tumor.
Arial mendapat tekanan dari berbagai pihak. Kepala yang sedari awal sebenarnya sudah mengalami cedera namun terabaikan dan dibiarkan begitu saja.
Namun sekarang parasit tersebut sudah diangkat dari dalam kepala Arial meski melalui operasi yang amat rumit hingga menimbulkan efek yang luar biasa. Besar harapan keluarga setelah diangkatnya tumor itu Arial dapat merasakan 'sehat' yang sesungguhnya.
"Siapa yang nempelin ini?" Arial menghadap ke cermin melihat ada plaster yang menempel pada keningnya.
Arial melepasnya perlahan. Ia mengambil handuk yang tergantung, kemudian bergegas mandi.
"Bun, bangun tidur kening aku ada kayak plaster penurun demam. Bunda yang pasang?" tanya Arial pada Ranum yang memasak di dapur.
"Iya, kamu demam semalam. Terus Bunda ambilin plaster di kamarnya Farel. Sekarang gimana? Masih demam?" tanya Ranum menoleh sedikit ke arah putranya, ia masih sibuk mengaduk masakan di atas wajan.
Arial tersenyum tipis. Dalam hati ia bersyukur Ranum sudah memberi banyak perhatian untuknya.
"Makasih Bun, aku baik-baik aja kok," jawab Arial.
"Kamu kalau mandi masker penutup kepalanya jangan lupa dipakai," ingat Ranum melihat Arial masuk ke kamar mandi tanpa mengenakan pelindung kepala. Jahitan yang dilakukan pasca operasi belum pulih, jadi Arial musti mengenakan pelindung kepala agar masa kepulihannya dapat berjalan lebih cepat.
Selesai mandi Arial menjalani rutinitas baru, yaitu sarapan. Hanya berdua duduk di meja makan, Arial menikmati apapun masakan yang telah dimasak oleh Bunda.
"Farel dan Om Jovan di Singapura apa kabar Bun?" tanya Arial memulai percakapan.
"Baik, Farel lagi fokus terapi mental. Selama masa pengobatan Farel nggak boleh sering buka sosmed. Makanya dia nggak pernah kasih kita kabar lewat pesan. Ternyata sosial media Farel berpengaruh besar pada cara berpikirnya dia, dia menjadi sulit berpikir positif juga karena isi hp-nya sendiri. Jadi harus dijeda beberapa waktu," jelas Ranum.
Arial mengangguk mengerti. "Semoga cepet sembuh."
"Aamiin. Kamu kan sekarang udah sembuh, tinggal nunggu pemulihan. Kamu harus jaga kesehatan, biar besok kalau Farel pulang kalian udah sama-sama sehat," ujar Ranum menatap Arial.
"Siap," Arial mengangkat tangannya membentuk sebuah penghormatan.
Bunyi klakson motor membuyarkan suasana hangat tersebut.
"Al! Ayo berangkat!" Ada suara menyeru diiringi klakson tiga kali.
"Siapa Al? Temen kamu?" tanya Ranum.
"Kayaknya suara Popo, bentar aku keluar dulu Bun," Arial bergegas keluar.
Arial berjalan menghampiri pintu pagar rumah yang selalu ditutup. Arial menarik gerbang tersebut menimbulkan suara keras hingga terbuka setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stepbrother✔️ [Tamat]
Fiksi UmumArial dan Reyndra merupakan saudara kembar. Ayah mereka meninggal dunia sejak dua tahun silam, seiring berjalannya waktu bunda menikah dengan seorang duda yang memiliki putra bernama Farel. Pada suatu hari Arial sedang bersama Reyndra lalu terjadil...