36: I'm Okay, I'm Fine

2.4K 178 18
                                    

Sebagai seorang Ayah tiri, kadar rasa sayang Jovan kepada Arial memang berbeda jika dibandingkan dengan Farel. Jovan menomor satukan Farel lebih dari segalanya.

Malam ini Jovan baru saja selesai berbicara kepada Psikiater Farel di Singapura nanti. Jalan berobat ke luar negeri merupakan keputusan sulit yang harus Jovan pikirkan berulang-ulang, bukan tanpa sebab dia mengambil keputusan tersebut. Bebarengan dengan Perjalanan Dinas yang akan dia laksanakan di negara tersebut selama beberapa waktu, Jovan ingin mengajak Farel sekaligus berobat.

Target ratusan juta kemarin melayang karena gagal menjalin kerja sama. Jika Jovan tetap berada di dalam negeri dengan dalih ingin mendampingi putranya berobat di Indonesia, sama saja Jovan memperburuk citra Perusahaan Mandala karena tanda tangan kontrak sudah tertulis di atas materai.

Sebagai seorang pimpinan, Jovan harus profesional. Kasihan karyawan yang sudah berupaya menjalin banyak kerja sama dengan kliyen di luar lalu karena kepentingan keluarga Jovan harus menunda, lama-kelamaan citra perusahaan yang dia bangun dapat collapse.

tok ... tok ...

"Masuk," titah Arial.

Jovan masuk mendengar sahutan Arial. Kali pertama Jovan mendengar lagi suara Arial setelah anak itu sempat koma kemarin.

"Om," Arial mengecilkan volume televisi.

"Kenapa gelap?" tanya Jovan melihat lampu kamar ruangan mati, atau memang sengaja tidak dinyalakan?

"Aku matiin Om," jawab Arial.

"Kenapa?"

"Agak pusing, nggak nyaman deket cahaya."

"Oh," Jovan mengangguk.

Arial meraba saklar lampu di atas kepalanya. Sekali tekan, ruangan gelap itu seketika menjadi terang.

Arial mengernyit silau.

"Nggak papa matiin aja, saya nggak masalah," Jovan menekan kembali saklar lampunya melihat gelagat Arial.

"Makasih Om," ujar Arial.

Jovan mengangguk.

"Bagaimana kondisi kamu?"

"Baik," sahut Arial. Jovan memandang sorot sayu mata Arial. Sejak kemarin entah kenapa Jovan menjadi kagum dengan putra istrinya itu, dia selalu kelihatan tegar di depan orang rumah padahal kondisi kesehatannya amat berantakan. Dokter menganjurkan Arial harus segera dioperasi secepatnya.

"Terimakasih sudah menjaga Farel selama ini," ujar Jovan tiba-tiba.

"Farel sudah cerita ke saya soal kamu yang selalu dampingin dia berobat ke rumah sakit jiwa. Kamu juga sakit, tapi kamu masih memikirkan kesembuhan Farel tanpa ingin orang lain tau. Jujur saya salut sama kamu Al, kamu kuat nutupin penyakit kamu, sampai sekarang Farel belum tau kamu sakit tumor. Besok, saya yang akan meneruskan perjuangan kamu, doakan Farel, saya ingin mengajak dia ke Singapura. Berobat di sana, sekalian saya pingin ngajak dia jalan-jalan di sana. Semoga dengan begitu, gejala Skizofrenia Farel bisa diatasi, dan Farel bisa menjalani aktifitas tanpa ada gangguan lagi," ujar Jovan.

Arial tersenyum selama mendengar perkataan Jovan yang terdengar ramah di telinganya.

"Sama-sama Om. Saya seneng Farel mau terbuka sama saya. Hanya dengan mendampingi Farel berobat yang bisa saya lakukan untuk mendukung kesembuhan dia. Meski Dokter Pamungkas bilang Skizofrenia harus terapi seumur hidup. Tapi pengobatan yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Penyakit mental yang dibiarkan bisa parah, tapi penyakit mental yang diusahakan kesembuhannya otomatis bisa sembuh perlahan-lahan,

"Saya bandingkan Farel sebelum mendapat pengobatan dan sesudah mendapat pengobatan ternyata sangat jauuuh berbeda. Dulu, saya pernah pergokin Farel ingin mencelakai dirinya sendiri tanpa sadar, Farel sangat emosian, bahkan sampai minum obat penenang. Tapi setelah mendapat pengobatan, ada edukasi bagaimana cara Farel mengatasi suara atau bayangan atau pikiran buruk yang ada di pikirannya. Jadi Om, dapat saya simpulkan pengobatan membuat Farel mempunyai kekuatan untuk melawan penyakitnya daripada sebelum diobati,

Stepbrother✔️ [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang