16

103 7 0
                                    

🫀 HAPPY READING 🫀

dari dalam rumah, nindi mendengar kericuhan. dengan segera ia berlari masuk ke rumah.

matanya terbelalak saat papanya menangangkat sebuah piring kaca, nindi berlari mendekati mamanya yang berjongkok lalu ia mendekap tubuh naydila.

bono melemparkan piring kaca tersebut, ia tak menyadari bahwa nindi berada di tengah tengah mereka. alhasil, muka nindi terkena beberapa serpihan kaca.

nindi memejamkan matanya menahan rasa perih yang menyerang dirinya.

Bono pun menghilang dari tempat itu, ntah kemana yang jelas nindi tak tahu dimana bono berada.

naydila membuka matanya dan segera mendorong nindi, nindi yang tak siap itu tersungkur kebelakang dan telapak tangannya tergores serpihan piring kaca itu.

"jauh-jauh dari saya anak sialan!" tak memperdulikan kondisi nindi, naydila bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar.

disitulah tangis nindi tumpah, ia sudah tak sanggup untuk menahan rasa sakit hatinya.

"gue butuh dekapan Lo cak" lirih nindi.

dengan sisa tenaga yang ada, nindi bangkit dari duduknya dan membersihkan serpihan kaca itu.

belum satupun nindi menyentuh, tiba-tiba bi afni mencekal tangannya "biar bibi aja non" nindi menatap mata bi Afni lalu tersenyum.

dengan lembut nindi menepis tangan bi Afni "biar nindi aja bi, ini bekas perkelahian papa dan mama. ini udah jadi tanggung jawab nindi untuk membersihkannya.

"tapi tangan non luka, apa ga diobati dulu?" nindi menggeleng dengan memungut satu persatu serpihan itu.

"mau diobati atau tidak, luka itu akan selalu membekas di hati nindi bi. biarkan dia sembuh dengan sendirinya"

"lebih baik bibi ke dapur saja, habis ini makan malam. kalau makanannya gak matang, papa bisa marah sama bibi" lanjut nindi

"non serius? non gapapa kalau bibi tinggalin?" ucap bi Afni tak percaya.

"gapapa bi, lagian nindi juga baik-baik aja kan?" nindi tersenyum, walau bi Afni tahu bahwa senyuman itu menyimpan banyak kesedihan.

🫀🫀🫀

suara ketukan jendela kamar nindi terdengar sangat jelas. nindi yang tadinya belajar untuk mata pelajaran besok itu terganggu.

nindi berjalan mendekati jendela itu, lalu ia membukanya. mata nindi terbelalak saat mendapati keberadaan Cakra.

"Cakra? Lo ngapain kesini?" Cakra tak menjawab, ia masuk ke dalam kamar nindi dan duduk di kasur nindi.

"tadi katanya nindi tidak bisa matematika, jadinya Cakra kesini untuk bantu nindi. untungnya pak Ali mau bantu Cakra buat naik ke kamar nindi"

"gila ya Lo cak! kan bisa besok? ngapain harus sekarang?" Cakra tersenyum lalu menggeleng.

"besok Cakra mau ke luar kota, jadi Cakra tidak bisa masuk besok"

"oh iya, mana yang kata nindi sulit? biar Cakra ajarin" nindi mengangguk, ia mengambil buku tulis matematika di atas meja belajar.

lalu terjadilah peristiwa Cakra mengajari nindi dengan penuh kesabaran. disaat nindi fokus dengan soal yang ia berikan, cakra melihat dengan seksama wajah cantik nindi.

tetapi alisnya seketika mengangkat saat Cakra melihat luka yang ada di pipi nindi. ia menyentuh pipi nindi lalu mengelusnya "ini kenapa nindi? perasaan tadi waktu sekolah baik-baik saja?"

nindi menepis tangan Cakra supaya menjauh dari lukanya "ohh, ini tadi gue ga sengaja kepleset di kamar mandi" alibi nindi.

"jangan bohong nindi! Cakra tidak suka, kalau ada apa-apa cerita sama Cakra. Cakra siap kok dengar apapun yang keluar dari mulut nindi"

"gue gapapa cak! Lo mah ga percayaan jadi orang!" nindi memutar bola matanya malas.

"kalau nindi tidak jujur, cakra tidak mau berteman lagi sama nindi!" nindi menghela nafasnya berat.

"iya-iya, luka yang ada di pipi gue itu karena kena serpihan kaca. papa ngelempar piring waktu gue ngelindungi mama"

tanpa aba-aba, Cakra mengecup pipi nindi di mana luka itu berada. "udah nindi obati?" nindi melamun saat mendapat kecupan tiba-tiba oleh Cakra.

Cakra yang tak mendapati jawaban nindi melambaikan tangannga di depan wajah nindi "eh, ada apa?"

"lukanya udah di obati?" nindi menggeleng.

"kenapa ga di obati? nanti infeksi"

"ga penting, mau di obati atau ga sama aja"

🫀🫀🫀

saat nindi menyusuri koridor sekolah menuju kantin, tiba-tiba ada seseorang yang menyentuh bahunya.

dengan reflek nindi menoleh dan dibelakangnya menampilkan seorang lelaki yang tampan, tetapi tak ada yang mengalahi ketampanan cakra.

"ada apa?" tanya nindi.

"ponsel lo tadi jatuh" ucap lelaki itu dengan menjulurkan tangannya yang berisi ponsel.

nindi tersenyum lalu mengambil ponselnya "makasih ya"

lelaki itu mengangguk, ia menjulurkan tangannya lagi "kenalin, gue kala"

nindi menerima jabatan itu dan tersenyum "gue nindi"

setelah itu, mereka berdua menjauhkan tangannya satu sama lain.

"tumben sendirian? biasanya bareng pacar Lo"

TBC

jangan lupa vote, komen dan follow akun ini yaww 🫰🫰

SERIBU LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang