36

66 4 0
                                    

🫀 HAPPY READING 🫀

"om, niat saya kesini karena ingin bertemu dengan nindi. apa nindi ada di dalam?" tanya kala pada bono yang berada di depannya.

tangan bono bersedekap di depan dada dan menatap ke arah lain "saya tidak tahu dimana dia berada, mungkin dia lagi ngejalang supaya mendapatkan uang banyak" kala yang mendengarkan itu sontak terkejut.

bisa-bisanya ada seorang ayah yang tega mengatakan hal itu tentang anaknya.

"kenapa om berbicara seperti itu? dimana hari nurani om? nindi anak kandung om sendiri, darah daging om. seharusnya kalau nindi tidak berada di rumah, om harus bertindak mencarinya, bukannya mengira nindi yang tidak baik." ucap kala dengan tegas.

bono mengehendikkan bahunya lalu menatap kala yang sedang menatapnya dengan tatapan tajam "saya tidak peduli, lagian anak itu hanya pembawa sial. dia tidak kembali ke rumah saja saya senang, apalagi kalau selama-lamanya dia tidak kembali ke dunia. saya lebih bahagia" lalu bono masuk ke dalam rumah dengan membanting pintu yang sangat keras.

"seorang ayah yang tak pantas di panggil ayah" gumam kala dengan mengepalkan tangannya erat.

lalu kala keluar dari pekarangan rumah nindi dan berniat menuju cafe yang baru saja buka.

membutuhkan waktu dua puluh empat menit untuk tiba disana.

sesampainya di cafe itu, kala langsung menduduki bangku kosong dan memanggil pelayan yang ada di sana.

"selamat sore, ini buku pesanannya" ucap perempuan bermasker hitam.

kala mengernyit saat suara itu tak asing di telinganya, ia mengamati wajah yang tak sepenuhnya terlihat di matanya itu.

"nindi?" tanya kala, sontak pelayan itu mendongak. dan mata mereka bertemu Selama beberapa detik hingga akhirnya pelayan tersebut yang memutuskannya terlebih dahulu.

perempuan itu ingin sekali menghindar dari kala, tetapi belum sempat ia pergi. kala sudah dulu mencekal tangannya yang membuat oelayan itu memejamkan matanya.

"oke, tenang" gumam pelayan itu.

kala bangkit dari duduknya dan membalikkan badan oelayan itu menjadi menghadap dirinya.

"kenapa lo bisa ada disini nin? apa yang terjadi? kenapa Lo ga cerita sama gue?" ucap kala dengan tatapan teduh.

tak menjawab, pelayan yang disangka kala adalah nindi itu langsung memeluk tubuh kala secara erat.

dan tepat disitulah, tangisnya pecah. tangis yang selama ini ia pendam luruh begitu saja hanya karena kala.

kala diam, tetapi tangannya mengelus punggung nindi dengan lembut guna untuk menenangkannya.

🫀🫀🫀

nindi turun dari motor kala dan melepaskan helm yang berada di kepalanya dan memberikannya pada kala.

"Lo tinggal disini?" ucap kala setelah melihat sekitar tempat tinggal nindi.

kumuh, tak layak untuk di tinggali.

nindi menghendikkan bahunya dan tersenyum tipis "yaa, Lo bisa lihat sendiri"

"nin? lo ga ada niatan pindah? ini bukan lingkungan lo. tempat ini ga layak untuk ditinggali"

"atau kalau Lo mau, Lo bisa tinggal di rumah gue. ayah bunda gue pasti Nerima Lo"

nindi menepuk bahu kala yang terlihat sangat mencemaskan dirinya "kal, gue ga setiap hari tinggal disini, mungkin sebulan cuma 2 Minggu  disini. gue tinggal disini, supaya gue punya tempat pelarian, gue punya tempat menyendiri" nindi tersenyum tipis.

"Lo ga perlu khawatir dengan kondisi gue, gue baik-baik aja atau mungkin selamanya akan baik-baik aja. lo tahu? walau tempat ini terlihat kumuh, tapi gue bisa mendapatkan bahagia disini. gue di perhatiin sama orang yang lebih tua dari gue, gue dapat kebahagiaan dari canda tawa anak-anak disini. gue seneng kal, gue suka tinggal disini..." lanjut nindi.

kala meraih tangan nindi yang berada di bahunya lalu menggenggamnya dengan erat "kalau lo ada apa-apa, cerita sama gue ya? jangan sakit sendiri... kalau Lo sakit, gue juga harus sakit. kita bagi bahu kita, supaya kuat satu sama lain" nindi tersenyum dan mengangguk.

lalu ia memeluk tubuh kala dengan erat, lagi dan lagi air matanya luruh.

beban yang selama ini ia pingkuk sendiri, kini ia luapkan lagi bersama orang yang tulus menerimanya.

ia tak tahu harus berucap bagaimana lagi, ia beruntung bisa di kelilingi oleh lelaki berhati emas seperti Cakra dan kala.

tunggu, Cakra? ia melupakan kabar lelaki itu.

ia mengurai pelukannya dan menghapus air matanya "bagaimana kabar Cakra?" tanya nindi dengan suara yang serak.

"ponsel lo ga aktif nin?? Cakra berkali-kali telepon lo"

"hah? serius? gue ga tau. gue belum ngisi kuota"

TBC

jangan lupa ninggalin jejak yh sayankk🥰🥰

SERIBU LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang