Chapter VII

5.5K 228 17
                                    

Salma menyusuri lorong bangunan menuju kelasnya seorang diri pagi ini, tanpa ditemani Rony seperti biasanya. Karena mulai saat ini ia memutuskan untuk berangkat dan pulang sendiri tanpa lelaki itu. Bukan bermaksud menjauh ataupun membenci, hanya saja Salma memerlukan ruang untuk menata hatinya kembali, merangkai satu persatu serpihan hatinya yang semula berantakan karena ulahnya sendiri.

Memang tak ada peraturan atau larangan bagi manusia untuk berekspetasi, berimajinasi dengan pikirannya. Namun, ada satu hal yang perlu digaris bawahi. Bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, termasuk berlebihan dalam berekspetasi karena akhirnya akan merugikan diri manusia itu sendiri.

Seperti yang dialami Salma saat ini, berawal dari ekspetasinya yang tinggi tapi kenyataannya justru berpihak lain. Salma tentu saja merasa hancur, jadi siapa yang salah disini? Salma mengakui dengan lantang bahwa itu kesalahannya. Tapi, bukannya cinta tidak bisa memilih dengan siapa ia jatuh. Salma berani melakukannya Salma pula harus berani menerima segala risikonya, termasuk sakit hati yang kini ia alami.

Salma mencintai temannya sendiri? Hal yang sudah cukup lumrah bukan? Bahasa gaulnya adalah friendzone terjebak cinta dalam sebuah relasi pertemanan, apalagi dialami saat masa-masa sekolah. Suatu peristiwa yang sangat lumrah dan hampir sebagian besar orang pernah mengalaminya.

Akhirnya hanya ada dua kemungkinan, berkata jujur berakhir bahagia atau berkata jujur berakhir asing. Kita hanya ditugaskan untuk memilih dua kemungkinan itu, namun Salma memilih untuk tidak memilih keduanya. Tentu saja karena egonya, gengsi lebih tepatnya.

Perkataan Rony kemarin masih saja terngiang dibenaknya, dimana lelaki itu meminta bantuannya untuk membantunya membuat kue yang nantinya kue itu akan diberikan pada perempuan yang Salma sendiri sedikit tidak menyukainya. Dan ada satu hal lagi yang membuat Salma semakin patah adalah ungkapan lelaki itu jika ia ingin memacari perempuan lain saat dimana perempuan yang selalu bersamanya, yaitu temannya sendiri menyimpan rasa padanya. Konyol bukan? Tapi jelas itu bukan salah lelaki itu, karena ia sendiri tidak tahu dan Salma juga memilih untuk bungkam dan mencoba mengubur perasaannya dalam-dalam.

Dengan berat hati Salma mencoba untuk tegar walau perasaannya tidak mungkin berbohong jika pernyataan lelaki itu membuatnya terluka. Salma sangat menikmati luka yang ia buat sendiri dengan cara mencoba untuk ikhlas dan berserah, karena yang ditakdirkan untukmu akan kembali padamu bukan? Salma tidak perlu mengotori hatinya dengan obsesi cinta semata, Salma masih cukup sadar untuk berfikir waras. Cinta yang ia punya tulus dan Salma tidak mungkin mengotori cinta tulusnya itu dengan melakukan hal-hal yang justru menghalangi kebahagiaan orang yang dicintainya. Baginya melihat orang terkasih bahagia adalah suatu kebahagian juga untuknya, meskipun nantinya ia yang harus menerima segala lukanya.

Pukk!!

Gadis itu merasakan ada sesuatu mengenai kepalanya, Salma melihat benda itu. Sebuah bulatan kertas, Salma mengambilnya.

"Ups, sorry kena ya?" ucap seorang gadis sambil tersenyum sinis.

Salma melirik perempuan itu, emosinya sedang tidak stabil tapi Salma mencoba untuk tenang. Jika Salma lelah dengan semua tindakan merendahkan itu mungkin dari lama Salma akan pindah sekolah kembali seperti yang sudah-sudah. Namun, lagi-lagi lelaki itu yang selalu menjadi alasannya untuk bertahan disini. Sekuat itu memang pengaruh cinta, tanpa sadar kurang dari setahun lagi Salma akan keluar dari sekolah ini. Dua tahun yang dijalaninya disekolah ini terasa jauh lebih indah walaupun masih mendapat bullyan dan rasa diasingkan masih jelas terasa tapi Salma menganggap itu semua sebagai bumbu kehidupannya. Toh, atas dasar apa mereka membencinya? Salma rugi? Tidak! Justu Salma bersyukur karena tanpa mereka sadari telah menyumbangkan pahala mereka untuknya.

Salma membuang bulatan kertas itu pada tong sampah.

"Orang stress ngapain sekolah, seharusnya konsul sana ke rumah sakit jiwa." cibirnya dengan tawa merendahkan.

You're SPECIAL (END) RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang