[Y/N] seorang wanita 28 tahun, karyawan swasta di perusahaan berlingkungan toxic, bermimpi untuk pindah ke desa yang nyaman dan damai.
Suatu hari, [Y/N] menemukan dirinya terlempar ke sebuah dunia yang sangat asing baginya.
Dapatkah [Y/N] beradaptas...
"Kurasa itu bukan hanya imajinasi atau keinginan alam bawah sadar.. Anda pasti tak percaya tapi aku tiba tiba saja menguasai bela diri yang bahkan tak pernah kupelajari seumur hidupku. Kurasa.. mimpi ku adalah kenyataan" [Y/N] bercerita dengan penuh antusias pada psikolog nya
"Nona [Y/N]..."
[Y/N] menutup kedua telinganya rapat rapat dengan tangannya "Tunggu! Jangan dilanjutkan! Aku tak siap di vonis skizofrenia" ucapnya.
Psikolog di hadapannya tersenyum, kemudian mimik wajahnya berubah dengan cepat "Lihatlah, kau nampak begitu kacau sekarang. Kau bahkan sampai menemui seorang psikolog"
"Ya?" ucap [Y/N] bingung, apa biasanya psikolog memang memaki pasiennya seperti ini?. "Hmm.. permisi, kalau aku baik baik saja aku tak perlu menghabiskan uangku hanya untuk mengobrol beberapa jam bersamamu" ucap [Y/N] sedikit tersinggung.
Psikolog itu nampak menghela nafas panjang. Gestur tubuh dan cara bicaranya tidak seperti biasanya. Tiba tiba saja berubah seperti sedang kerasukan sesuatu. [Y/N] sedikit merinding saat memikirkan hal itu.
"Kupikir kalau aku menghilangkan ingatanmu, kau akan dapat menjalani hidupmu dengan baik disini. Ternyata aku hanya membuatmu lebih menderita ya" ucap psikolog di depannya, ia menutup wajah nya dengan kedua tangannya. "Maaf. Ternyata walau ingatan itu kuhapus dari otakmu, hati dan tubuhmu masih mengingat segala kebiasaannya dengan jelas" Ucapnya.
[Y/N] tampak bingung mencerna hal yang sedang terjadi saat ini "Menghapus ingatanku? Ternyata aku memang melupakan sesuatu yang penting?"
Psikolog itu mengangguk "Kau.. mau mengingatnya lagi? Tapi.. terakhir kali kau mengingatnya, kau mencoba melompat dari atap. Jadi aku memutuskan untuk menghapus ingatanmu"
"Hah?" [Y/N] menutup mulutnya yang terkejut dengan tangan kanannya, "Aku mencoba untuk melukai diriku sendiri?"
"Ya. Bagaimana? Masih mau mengingatnya?"
[Y/N] tampak berpikir untuk beberapa saat, ia kemudian mengepalkan tanan kanannya dan membawa kepalan itu ke atas dada kiri nya "Hatiku terus menerus memanggil namanya. Kakashi. Kakashi. Kakashi. Aku tak peduli seberapa sakitnya ingatanku, orang orang yang samar dalam ingatanku saat ini sepertinya berhak untuk selalu kuingat. Dan hati ku berhak untuk selalu mengingatnya.."
[Y/N] kemudian menatap psikolog di hadapannya dengan lebih dekat. Sejak tadi ia mengobrol bersama psikolognya seperti tidak ada hal aneh yang terjadi. Padahal sedari tadi mereka membicarakan hal yang tak masuk akal.
"Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa tiba tiba mengatakan kalau kau menghapus ingatanku, lalu tiba tiba menawarkan untuk aku mengingatnya kembali? Kau.. bukan sekedar psikolog biasa ya?" tanya [Y/N], menatap psikolog di hadapannya lekat lekat.
Psikolog itu membuat [Y/N] mundur dengan menyentil dahinya. Bersama dengan sentilan di dahinya yang terasa sedikit nyeri, [Y/N] mendapatkan semua ingatannya kembali. Ia kemudian kembali duduk di atas kursi pasiennya, sedikit melamun.
"Yue Lao-sama. Tolong jangan seenaknya menghapus ingatan orang lain begitu saja" ucap [Y/N] yang kini telah mengingat semuanya, ia sedikit menatap kesal psikolog di hadapannya yang saat ini sedang dirasuki oleh Yue Lao. Sang Dewa pengurus benang merah takdir.
Yue Lao yang ada di hadapannya sebisa mungkin menghindari tatapan kesal [Y/N]. "Ingatanmu kembali dengan baik ya" ucapnya
[Y/N] mengangguk "Ya. Semuanya kembali dengan baik" ucapnya, ia kemudian mulai menangis terisak kencang di atas kursi pasiennya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.