OUR SEC(X)RET

28.2K 593 28
                                    

Satu tahun yang lalu, ibu Lisa menikah dengan seorang pria yang nasibnya sama dengannya. Ialah, seorang pria yang telah di tinggal mati oleh istrinya. Pada awalnya Lisa tidak menyetujuinya karena untuk apa ibunya menikah lagi? Tidakkah dia bahagia hanya berduaan dengannya?

Dan meski sudah hampir 10 tahun ibunya di tinggal mati oleh ayahnya yang saat itu sakit keras, dia tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Kenapa ibunya tidak bisa setia pada ayahnya? Itu adalah hal normal yang dia pertanyakan sejak ibunya mengatakan bahwa dia akan menikah lagi.

Tapi saat Lisa mulai memasuki dunia kerja, dia mulai sadar bahwa ibunya membutuhkan pendamping hidup. Yang bukan hanya menemaninya sarapan lalu pergi begitu saja, namun yang akan selalu mendengarkan dia ketika malam hari tiba. Lisa tidak menyadari betapa ibunya membutuhkan hal tersebut.

Dan dia bukanlah anak yang egois. Meski satu tahun berlalu, dia tidak bisa mengakrabkan diri dengan adik tirinya yang pendiam. Namanya Jennie Kim, dia adalah adik tirinya yang baru saja memasuki bangku kuliah.

"Lisa?" Suara ibunya membuat Lisa mengangkat pandangan. Pagi itu, mereka tengah sarapan bersama dan Lisa menoleh pada ibunya yang duduk di sampingnya.

"Ya?"

"Bisakah hari ini kau mengantar Jennie untuk pergi ke kampus? Ayahmu harus mengejar waktu untuk pergi mengambil peralatan kayunya, dan aku tidak bisa meninggalkan studio untuk hari ini." Ujar ibunya.

Jennie tampak menunduk di hadapan Lisa. "Aku bisa pergi sendiri dengan bus kok, bu." Ujar Jennie dengan nada canggung.

"Oh, tidak sayang. Tidak mungkin seorang perempuan pergi sendirian ke kampus. Bagaimana Lisa? Kau tidak sedang buru-buru ke kantor kan?" Tanya ibunya terdengar memohon.

"Oke, bu. Santai saja. Aku akan mengantar Jennie. Dan telepon saja jika ayah tidak bisa menjemputnya pulang, aku juga bisa menjemputnya."

"Terima kasih, Lisa." Ujar ibunya mencium pipi Lisa dengan senyum penuh kasih sayang.

Jennie mengangkat pandangan dengan hati-hati dan sedikit tersenyum pada Lisa.

"Terima kasih, kak." Jennie berujar dengan lembut.

"Tentu saja, kapan pun, Jennie."

Mata mereka terhubung sesaat sebelum Jennie dengan cepat menunduk lagi. Lisa memperhatikan pipi mandunya yang tiba-tiba saja memerah. Kening Lisa mengernyit, apakah bertatapan seperti itu membuatnya malu?

Lisa bertanya-tanya sedikit bingung.

**

Dalam perjalanan, suasana di dalam mobil cukup hening. Lisa melirik Jennie yang terus menunduk sepanjang perjalanan. Lisa sendiri bingung apa yang harus dia lakukan agar suasana tidak secanggung ini.

Dia berdehem dan menegakkan tubuhnya. "Jadi, kau sekolah jurusan apa?" Tanya Lisa mencoba memecah keheningan.

"Musik, kak."

"Ah, musik. Apa kau bisa memainkan alat musik dan bernyanyi?" Tanya Lisa.

Sudut mata Jennie diam-diam melirik pada Lisa namun denga cepat dia kembali menunduk ketika ternyata Lisa juga menatap ke arahnya. Lisa terkekeh karena sikap adik tirinya itu.

"Ya, aku bisa bermain piano dan bernyanyi juga."

"Ah, benarkah? Kalau begitu, kau bisa bernyanyi untukku suatu hari nanti?" Tanya Lisa penuh semangat.

"Ka... kakak ingin aku bertanyi?" Tanya Jennie malu-malu.

Lisa mengulurkan tangan dan meraih tangan Jennie yang mungil di telapak tangannya yang besar. Dia merasakan Jennie bergetar karena kontak itu dan mengangkat pandangan, bertemu dengan tatapan mata Lisa yang tersenyum manis.

JENLISA ONESHOOT (GIP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang