Day 17 - "I will try."

3.7K 485 6
                                    

Jangan lupa leave vote!
Sorry for typo(s)

**
Rachel pov--

Aku berjalan kembali ke kamar rawatku bersama Niall. Dan tiba tiba saja Niall menghentikan langkahnya.

"Ada apa, Ni?" Tanyaku heran. "Aku.." Niall memutus ucapannya.

"Aku apa?" Ucapku semakin penasaran. "Aku lupa di mana kamarmu. Apa kau ingat berapa no.or kamarmu? Atau kau ingat jalan kembali ke kamarmu?" Ucapnya.

"For god's sake! Ku pikir apa." Balasku. "Bagaimana kau bisa lupa? Atau kau memang tidak mengingatnya?"

"Kau tau, Pizzie. Selama kau di rawat. 4 hari ini, aku terus terjaga di sampingmu. Sambil harap harap cemas mengenai kondisimu. Kau tahu. Aku bahkan mendonorkan 2 kantung darah untukmu." Tuturnya. "Kau memberitahu atau menyindir? Atau bahkan berharap imbalan?" Ucapku.

"Tentu tidak, Miss. Wiptson. Hanya ingin kau tau mengapa aku tak hapal nomor ataupun rute menuju kamarmu." Ucapnya. "Lebih baik kita tanyakan resepsionis."

Aku berjalan mengikutinya. Ada ada saja Niall. Aku bahkan tak menyangka ia sebegitu pedulinya denganku. Mengorbankan hari nya demi menjagaku.

"Maaf mbak, pasien atas sama Rachel Wiptson di kamar mana ya?" Tanya Niall. Oh, rupanya kami sudah sampai di tempat resepsionis. "Sebentar ya." Ucap sang reseptionis. Ia mengutak atik komputer yang ada di hadapannya kini. Ku rasa ia mencari dataku.

"Kamar melati, nomor 138." Lanjutnya. "Terimakasih."

Niall menarik tanganku agar aku segera mengikutinya. Dengan cepat aku berjalan menyamakan langkahku dengannya.

**

"Nahh, sekarang makan. Aaaakk!"

"Nia!! Aku tak suka makanan rumah sakit.." Tuturku, sambil terus berusaha menutup mulut.

"Aku tak peduli, kau harus makan. Tadi kau berjanji akan mau makan, dan buktinya?" Balasnya sambil terus berusaha memasukan sesendok makanan tanpa rasa itu ke mulutku.

"Hah?? Siapa yang berjanji? Aku tak berjanji, Nialler. Aku hanya senang kau akan mentraktirku Nando's setelah aku sembuh. Bukan berarti aku mau makan makanan ini." Ucapku tak mau kalah.

"Oh, ayolah, Rachelku yang cantik, manis, baik hati, pintar--"

"Kalau semua pujianmu itu hanya untuk membujukku, lebih baik kau hentikan." Putusku.

"Ayolaah. Pujian itu benar benar dari hati, kau tau?" Balasnya lagi. "Kalau kau tak makan sekarang jugaa, lihat ponselku ini. Aku akan segera menekan tombol hijau ini dan berbicara sesuatu yang tela--" Ucapannya terputus.

Aku merebut ponselnya, yang benar saja. Niall sudah bersiap siap untuk menelpon Mom. Tombol hijau yang ia maksud adalah tombol telpon. Tidak. Mereka tidak boleh tau.

"Oke, Fine! Kau menang sekarang. Dasar Niall tukang ngancam." Gerutuku sembari mengembalikan ponselnya.

"And, jangan biarkan mereka mengetahui hal ini. Atau kau aka--"

Dengan cepat Niall memotong ucapanku dengan memasukkan sesendok bubur tanpa rasa ini. Hampir saja aku tersedak.

"Niall!!"

"Ada apa?" Ucapnya dengan muka polosnya, seolah olah ia tak memiliki dosa.

"Aa--"

"Jangan banyak bicara, Pizzie. Nanti makananmu tak habis habis." Potongnya dengan memasukkan sesendok bubur itu. Lagi.

"Aku tak mau tau, kau harus mentraktirku Nando's seminggu. SEPUASNYA!"

"Sepuasnya?" Tanya nya kaget.

Because of the bad Experience -One Direction-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang