Day 14 - "Terror"

3.3K 467 4
                                    

Rachel pov--
"Di makan lah, Pizzie. Jangan cuma di aduk aduk." Ucap Niall yang kini berada di sampingku.
"Sedang tidak mood, Ni." Balasku datar.
"Kenapa? Kau ada masalah? Cerita saja." Ucapnya lagi.
"Sedang tidak mood bercerita juga, Neill."
"Baiklah, tapi kau makan yaa. Supaya tidak sakit. Nanti kan kalau sakit aku yang repot." Balasnya dengan 'pede'.
"Huh, pede sekali. Kan ada Nichole." Balasku santai.
"Dia kan besok sudah balik. Emm maksudnya nanti berangkat"
"Whaatttt??!" Kali ini aku berteriak. Beberapa orang memperhatikanku.
"Dia tidak memberitahumu, sweetheart?"
"Tidak. Aargh! Nichole jahat!" Geramku.
"Weiweii, slow Rachel. Aku akan selalu menjagamu kapanpun di manapun, 24 jam." Balasnya mantap.
"Sejak kapan kau jadi satpam, Ni?" Ucapku heran.
"Oh, come on! Aku serius Rachel. Nahh, sekarang kau makan yaa! Aaakk!" Ucap Niall sambil menyodorkan sesendok bubur milikku.
"Hmmpp.." Aku menutup mulutku sambil menggeleng."Ayolah, Pizzie.. Nanti kau kambuh lagi mau?"
"Huuft, baiklah." Aku pasrah dan membuka mulut sehingg Niall bisa memasukkan sesendok bubur itu kedalam mulutku. Satu demi satu aku menelan bubur yang di suapkan Niall. Hingga aku tak sadar, aku telah menghabiskan 1 porsi bubur dalam status 'tidak nafsu makan'.
"Habis!! Yey!" Sorak Niall.
"Yeah, terimakasih, Ni!" Balasku sambil meneguk teh hangatku.
"Okay, saatnya kembali ke kelas!" Ucap Niall girang. Sungguh sahabat yang baik hati!
Kami berdua pun berjalan beriringan menuju kelas.

**
Niall pov--
Akhirnya Rachel mau makan dan dia sudah kembali ceria. Kali ini kami sedang berjalan menuju kelas sesekali tertawa riang karena lelucon yang ku buat. Ia tertawa seakan semua beban hidupnya lepas. Aku bahagia, karena Rachel bahagia.
"Wait, wait. Temani aku ke loker sebentar, aku meninggalkan catatan matematikaku di loker." Ucap Rachel tiba tiba.
Aku mengikutinya berjalan menuju loker.
"What the hell?? Apa apaan ini??" Pekik Rachel tiba tiba.
"Oww, calm down, Rachel. Ada apa?" Tanyaku.
"Baru beberapa hari aku membersihkan loker ini, dan sekarang sudah kotor lagi." Jelasnya sembari memunguti satu per satu kertas tersebut. "Padahal aku tidak membukanya sejak itu."
Ia berjalan menuju tempat sampah. Tentu ia berniat membuang semua kertas tadi.
"Wait! Ada baiknya jika kita melihat apa isinya." Ucapku mencegatnya. "Boleh juga." Balasnya santai.
Kami membuka dan membaca lembar pertama.
"Apa maksudnya ini?!" Pekikku kaget. "Kenapa orang orang menjadi membencimu?" Tanyaku.
"Aku tak tahu, Niall. Sepertinya isi dari semua kertas ini sama saja. Lebih baik kita buang." Balasnya.
"Jangan! Mungkin kita akan menemukan sesuatu." Cegahku.
"Well, baiklah."
Kami membuka satu persatu kertas tersebut. Aku heran dengan isi dari semua kertas ini. Apa maksudnya? Kenapa Rachel di teror?
'Jauhi mereka! Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya.'
'Akhirnya kau menjauhi Zayn. Oh ya, sepertinya Zayn yang menjauhimu ya. Ups!'
'He's mine!'
"What the hell?!" Geramku. "Mereka gila!"
"Sudahlah, Ni. Kita bisa telat." Ucap Rachel dan dengan segera membuang kertas kertas tersebut.
"Tunggu. Kertas ini memiliki ciri tersendiri. Menarik untuk di buka." Ucapku sembari berjongkok meraih kertas tersebut. Memiliki ciri tersendiri. Yeah, berwarna coklat kusam dan terlihat sudah koyak. Aku membukanya, sentak aku membulatkan mataku.
"What is the meaning of this shit?!" Geramku. "Apa itu, Ni?"
"Just nothing. Ayo kita ke kelas, sebelum terlambat!"
Aku meremas kertas tadi dan segera melemparkannya tepat masuk ke dalam tempat sampah.
'Gotcha, Rachel! Ingat. Semua ini belum berakhir. -Y HB.'

**
Author pov--
"Niall apa kau melihat ponsel ku?" Tanya Rachel pada sahabatnya, Niall yang tengah merapikan buku buku pelajarannya. "Aku tak tahu, sungguh."
"Lalu di mana ponselku?" Ucapnya lagi. "Coba kau ingat, di mana terakhir kali kau meletakkannya." Balas Niall.
"Aku.. Lupa." Ucap Rachel lagi. "Dasar ceroboh." Umpat Niall.
"Ayolah, Neil. Bantu aku mencarinya."
Niall pun menghela nafas dan segera menyandang tasnya.
"Coba kita cek di loker. Siapa tahu ketinggalan tadi." Ucap Niall dengan segera keluar meninggalkan kelas dan berjalan menuju loker dengan di ikuti Rachel di belakangnya.
"Tak ada, Ni." Ucap Rachel mengacak acak isi lokernya. "Whupps. Jangan di acak acak juga kali. Kita cari di tempat lain. Kemana saja kau pergi sambil membawa ponsel itu?" Tanya Niall sembari menutup pintu loker Rachel.
"Aku hanya pergi bersamamu tadi, Niall." Balasnya. "Kantin?" Lanjut Niall sambil mengangkat satu alisnya.
"Baiklah."
Mereka berjalan beriringan menuju kantin. Terlihat kantin sudah sangat sepi sekarang. Tentu saja, karena ini sudah jam pulang dan murid murid pasti sudah ngeluyur entah kemana.
"Kau tahu, aku senang kau sudah berhenti berulah di sekolah ini?" Ucap Niall tiba tiba sambil menggandeng tangan Rachel. "Kau menyindirku atau apa?"
"Haha. Tidak Pizzie. Aku hanya salut denganmu. Kau sudah menuruti kemauan orang tuamu." Balas Niall. "Whatever."
"So, bagaimana?" Lanjut Rachel. "Tak ada di Kantin. Apa mungkin terjatuh?" Ucap Niall.
"Entahlah." Jawab Rachel pasrah. "Sudahlah, ikhlaskan saja. Kau bisa meminta yang baru kapanpun kau mau pada orang tuamu." Balas Niall santai sambil berjalan mendahului Rachel.
"Tidak segampang itu, Niall. Kau pikir iphone murah apa? Aku menghargai orang tuaku."
"Dan orang tuamu memiliki banyak uang."
"Niall!!"
"Baiklah baiklah. Sekarang kemana lagi?" Ucap Niall pasrah. "Hufft, aku lelah. Kita pulang saja." Balas Rachel.
Mereka berjalan beriringan melewati lorong lorong sekolah yang sudah sepi untuk saat ini.

PRANGG!

"What the hell!" Teriak Rachel kaget. "Apa itu?"
"Entahlah Rachel." Balas Niall sambil terus berjalan. Sedangkan Rachel menghentikan langkahnya dan menatap sekitar. Tatapannya terhenti pada suatu benda berwarna silver yang terlihat kecil dari posisinya sekarang. Rachel berjalan mendekatinya.
"WHAT THEEE?? MY PHONE!!" Teriak Rachel yang berhasil membuat Niall tersentak dan berbalik menghampirinya. "Bagaimana bisa??"
'Kaget, huh? Watch your step missy. Sebegitu penasarannya kah kau sampai tidak memperdulikan rasa sakit di kakimu? -Y HB.'
Dengan segera pandangan Rachel beralih ke kakinya. Yang benar saja, beberapa paku sudah tertancap di sepatu flat tipisnya. Di lihatnya kakinya kali ini sudah berdarah. Ia meringis kesakitan.
"What happ-- What the hell going on here??! Ada apa dengan kakimu, Rachel. Astaga, darahnya banyak sekali! And your phone? Bagaimana bisa??!" Pekik Niall saat begitu sampai di dekat Rachel. "Apa kau baik baik saja, Neil?" Tanya Rachel.
"Apa?" Balas Niall heran. "Astaga. Paku itu juga tertancap di sepatumu, Ni!" Pekik Rachel.
Dengan segera Niall mengangkat satu kakinya dan mencabut paku yang tertancap.
"Untung hanya 1 dan tidak tembus pada sepatuku." Ucap Niall lega. "Dan bagaimana denganmu? Sini, biar ku gendong kau."
"Noo. Aku masih bisa berjalan, Ni." Tolak Rachel. "Seriously?? Dengan kaki yg berdarah dan paku paku yang tertancap di sepatumu?"
Dengan perlahan Rachel menarik semua paku yang tertancap. Dapat dihitung semuanya berjumlah 6 paku. Bayangkan. 4 di kaki kanan dan sisanya di kaki kiri.
Dengan sangat berhati hati Rachel mengupayakan agar ia bisa berjalan sendiri.
"Aww!"
"I told you. Sini! Tidak menerima penolakan." Ucap Niall dengan segera menggendong Rachel. "Ponselkuu!!" Teriak Rachel.
"Lupakan ponselmu yang sudah tak berdaya itu Rachel. Kau bisa membelinya lagi."
"Baiklah."
Dengan berhati hati Niall menurunkan Rachel di kursi belakang mobilnya dan dengan segera ia berpindah ke kursi pengemudi dan melajukan mobilnya menuju rumah Rachel.

**
"Pelan pelan, Ni." Ucap Rachel saat Niall akan menggendongnya turun dari mobil. "Iya iya bawel. Ini juga udah pelan pelan."
Niall dengan cekatan membawa Rachel menuju kamarnya. Tak lupa ia meminta para pembantu untuk mengobati luka Rachel.
"Pelan pelan ya, Bi." Ucap Rachel sesekali meringis kesakitan. "Aww!"
"Yang sabar, Non. Ini sudah pelan pelan." Ucap salah satu pembantu Rachel. "Nahh, sudah selesai."
"Makasih ya, Bi." Balas Rachel. Ia menatap kakinya yang kali ini sedang di perban itu. Lukanya cukup dalam, mengingat hari ini ia hanya memakai flat shoes yang tebalnya tidak lebih dari 1 cm.
"Istirahat ya, Pizzie. Jangan jalan jalan! Awas bawel." Ucap Niall. "Iyaiyaaa, Neilkuuu sahabat terbaikkuu!"
"Cuma sahabat?" Gumam Niall. "What? Apa yang baru kau katakan, Ni?"
"Oh eh mm--"
"Lalu kau ingin ku anggap apa?" Tanya Rachel tiba tiba.
"Tid-- oh. Brother! Yeah, saudara!" Ucap Niall berusaha riang untuk menutupi kegugupannya. "Okay, aku tinggal dulu ya. Ingat, jangan memaksakan diri! Panggil Bi Ijeng kalau perlu sesuatu."
"Ayee kapten!"
Niall berjalan meninggalkan Rachel sendirian di kamarnya. Setelah pintu kamar benar benar tertutup suatu benda berukuran kecil menghantam jendela kamar Rachel. Tentu menimbulkan suara yang membuag Rachel penasaran. Tak ingin merepotkan pembantunya, Rachel berusaha berjalan perlahan menuju jendela kamarnya. Di lihatnya di satu titik jendela itu retak. Tak seberapa, hanya seukuran kerikil.
Rachel berjalan semakin dekat menuju jendela tersebut. Di lihatnya sebuah post it berwarna kuning yang kira kira berukuran 5x5 cm tertempel di sudut jendela. Merasa penasaran Rachel membuka jendelanya dan meraih post it tersebut.
'Sudah berpamitan dengan Nichole? -Y HB.'
"Nichole?" Gumam Rachel dengan tangan yang masih memegang post it tersebut.
"NICHOLE!!"

-------------------
-To be Continued-
Leave vote and comment yaa! Maaf lama update, jangan jadi silent reader ya!!

Because of the bad Experience -One Direction-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang