Rachel pov--
'Nichole, Nichole..'
"Arrghh!" geramku.
Apa maksud dari pesan ini? Y HB? Siapa dia? Kenapa harus aku? Lalu apa yang harus ku lakukan? Ponselku! Aku harus menghubungi Nichole sekarang.
"Arrgh! Dimana aku meletakkannya tadi?"
Aku mengacak acak tempat tidurku. Di bawah bantal? Tak ada. Selimut? Tak ada. Di lantai? Tak ada. Nakas? Meja? Di mana?? Aku sudah tidak bisa berpikir jernih saat ini. Aku yakin pasti ada seseorang yang bernial jahat pada Nichole.
"Damn! Ponselku kan sudah remuk tadi! Ahhh!"
Aku berusaha semampuku untuk berjalan sendiri. Aku tidak ingin merepotkan Bi Ijeng. Dengan terlatih aku menuruni setiap anak tangga yang ada. Ku harap Niall belum pulang.
"NIAAALL!!" Teriakku. Ayolah cepat jalan. Abaikan rasa sakit itu, Rachel. Nichole pasti dalam bahaya!
"Niall!! Aku harap kau belum pulang!" Teriakku lagi sambil berusaha berlari menuju pintu depan.
Dan akhirnya. Aku sampai. Di pintu depan. Dengan segera aku membukanya. Ku lihag seseorang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya.
"Damn, Niall! Aku memanggilmu dari tadi!" Geramku sambil berusaha berjalan menghampirinya.
'Baiklah, Nic. Aku akan menjaganya. Save flight! Sampai nanti.'
Okay. Niall sedang berbicara dengan Nichole. Apa? Nichole??
"Apa itu Nichole? Berikan telponnya!" Teriakku.
Niall memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan membalikkan badannya menghadapku.
"Whatt?? Berikan ponselmu! Aku harus bicara dengan Nichole!" Ucapku dengan nada yang meninggi.
"Heyy, apa yang kau lakukan, Rachel? Kakimu masih sakit. Dan kau berjalan sendiri? Mana Bi Ijeng? Bi--"
"Stop it, Niall! Aku harus bicara dengan Nichole!"
"Tenang saja, sudah ku sampaikan salammu untuknya. Dan sekarang kembali lah ke kamarmu."
"NIALL! aku butuh bicara dengannya, bodoh! Aku bukan ingin sekedar mengucapkan kalimat perpisahan." Kali ini aku sudah tak bisa menahan emosiku. Aku takut Nichole kenapa napa. Well, walaupun dia annoying brother. Dia tetap kakakku bukan?
"Okay okay." kali ini Niall pasrah menyerahkan ponselnya padaku. Dengan cepat aku mencari kontak Nichole dan segera menelponnya.Tut.. Tut..
Ayolah angkat, Nic!
.
.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi. Tuut."Damn! Tidak aktif!" Umpatku kesal.
"Antar aku ke bandara." Ucapku pada Niall sambil menyerahkan kembali ponselnya.
"Wha--" Baru saja Niall ingin menolak aku langsung memotonya.
"SEKARANG!"
Kali ini ia pasrah dan mengikuti kata kataku. Ia menuntunku menuju mobil.
"Cepatlah, Ni!" Gerutuku.
"Sabar Rachel. Kau tak lihat di depan macet?" Balas Niall.
"Oh, ayolah. Apa tidak ada jalan pintas?" Lanjutku.
Aku menggoyang goyangnya kakiku. Menundukkan sedikit kepalaku. Keringat mulai bercucuran. Huh, apa mobil ini tidak ada AC nya?
"Kau tidak menyalakan AC , huh?" Ucapku pada Niall.
"Kah tak lihat. AC sudah menyala dari tadi. Bahkan aku merasa kedinginan saat ini." Balas Niall. "Ada apa denganmu, Rachel? Apa ada masalah?"
"Nope. Kembali lah memperhatikan jalan."Good afternoon passengers. This is the pre-boarding announcement for flight 89B to Rochester, New York City. We are now inviting those passengers with small children, and any passengers requiring special assistance, to begin boarding at this time. Please have your boarding pass and identification ready. Regular boarding will begin in approximately ten minutes time. Thank you.
"Arggh! Cepat lah jalan Rachel!" Geruruku pada diriku sendiri.
"Sabar lah, Pizzie." Ucap Niall berusaha menangkanku.
"Tapi tadi Nichole sudah di panggil, Ni!"
Tiba tiba saja Niall berjalan mendahuluiku dan berhenti tepat di depanku. Dan ia membungkukkan badannya.
"Baiklah, cepat naik!" Ucapnya.
"Yang benar saja, Ni??"
"Kau ingin cepat atau tidak??"
"Okay okay."
Alhasil aku naik ke punggung Niall dan mengalungkan tanganku pada lehernya. Bukan apa apa. Tetapi aku hanya tak ingin tiba tiba saja terjatuh.
Niall mulai berlari kecil menuju tempat boarding. Ku harap Nichole belum masuk ya tuhan.
Saat kami baru ingin memasuki ruang tunggu, seorang petugas bertubuh tegap menghadang kami.
"Shit!" Umpat Niall.
"Maaf, kalian tidak boleh masuk tanpa tiket." Ucap satpam itu. "Arrgh, ayolah pak. Ini darurat. Menyangkut keselamatan penumpang. 5 menit saja!" Ucapku memohon pada sang petugas.
"Maaf dik, tidak bisa. Saya tidak memiliki kebijakan untuk itu." Balas petugas lagi.
"Hey! Umurku 18 tahun, dan jangan panggil aku seolah olah aku masih berumur 10 tahun" Ucapku tak terima.
"Sudahlah, Rachel. Kita sudah tak bisa bertemu Nichole lagi." Ucap Niall sembari perlahan menurunkanku dari punggungnya.
"Whatt??! Secara tidak langsung kau berkata Nichole tidak akan selamat,huh?"
"Buk buka--"
"Niall, jangan jangan kau mengetahui semuanya?" Tanyaku dengan tatapan mengintimidasi.
"Tau apa, Rachel?? Bukann. Bukan itu maksudku. Kali ini kita tidak di perbolehkan memasuki ruang tunggu ini, sehingga kita tak bisa bertemh Nichole. Bukan pikiran seperti itu maksudku." Balas Niall.
Aku sedikit menghela nafas lega.
"But, wait. Mengetahui semuanya? Ada apa, Rachel? Ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku. No secret betweet us, yet?" Lanjut Niall.
"Okay, ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan hal ini, Ni. Yang jelas kita harus membatalkan penerbangan Nichole sekarang juga. Paling tidak, jangan sampai Nichole berangkat dengan pesawat itu." Ucapku terus terang.
"Emm, baiklah." Jawab Niall pasrah.
"Okay, waktu kita tinggal 6 menit, Ni. Pak, bisakah anda menolong kami? Izinkan kami masuk sebentar saja." Ucapku dengan sangat memohon pada petugas yang berjaga tadi.
"Tapi di-- em maaf. Tapi, aku tidak memiliki kebijakan untuk itu. Aku hanya melaksanakan tugasku." Jawab sang petugas.
Oh gosh! Now what??
"Baiklah, aku akan menerobos." Ucapku. Nekat. Ya memang. Aku menerobos para petugas yang ada dan segera mengedarakan pandanganku mencari sosok yang ingin ku temui saat ini.
"Racheel!!" terdengar teriakan seseorang. Nichole? Aku memutar badanku dan menghadap ke belakang. Tidak. Itu Niall.
"Apa kau gila? Menerobos petugas keamanan hanya untuk mencari Nichole tanpa alasan yang jelas?!" Okay. Kali ini suara Niall meninggi. Jarang sekali Niall meninggikan suaranya. Terutama padaku.
"Kau tidak tahu apa apa, Ni." Balasku lemah. "Tentu aky tak tahu. Bagaimana aku bisa tahu apa bila kau--" Niall kembali meninggikan suaranya dan menekan kata 'kau' sambil menunjukku. "Tidak memberitahukan padaku apa yang sebenarnya terjadi."
"Arrgh! Bukan waktunya untuk di bicarakan, Ni! Aku pasto memberitahukan mu. Semuanya. Tapi tidak untuk waktu ini, Ni." Balasku.
"Lalu? Apa yang kau mau?"
"Aku hanya ingin Nichole membatalkan kepergiannya, Sekarang." Ucapku tegas. "Aku akan membiarkannya pergi setelah dapat di pastikan ia akan selamat."
Niall tidak membalas, ia langsung mengedarkan pandangannya. Tentu untuk mencari Nichole.
"I got him!" Ucap Niall tiba tiba. Lantas ia segera menggenggam sekaligus menarik tangganku.
"Aww, pelan pelan, Ni. Kakiku masih sakit." Gerutuku. "Arrgh." Dengan satu gerakan Niall langsung menggapaiku. Ia menggendongku layaknya seorang bayi, Raksasa. Dan segera berlari menuju tempat di mana ia menemukan Nichole.
"Nichole!! Noo!" Niall berteriak. Hampir semua orang memperhatikan kami. Mungkin kami terlihat seperti dua orang gila yang nyasar dan merusuh di bandara. I don't care.
Kali ini aku melihatnya. Nichole berdiri di depan gate A3 menyerahkan boarding pass pada petugas yang berjaga. Petugas itu mengambilnya dan merobek boarding pass-nya dan menyerahkan sisanha pada Nichole. Nichole pun melangkahkan kaki keluar ruang tunggu.
"NICHOLE!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Because of the bad Experience -One Direction-
Fiksi Penggemar[COMPLETED] 'Dari hidupku ini, aku bisa mengambil banyak pelajaran. Ada orang egois yang ternyata bisa melakukan apa saja, bahkan membunuh orang lain hanya karena mengikuti egonya. Ada orang yang aku sendiri tak mengerti apa yang terjadi dengannya...