Sirah Cinta Ali dan Fatimah

30 3 0
                                    

"Mereka berdua saling mendoakan satu sama lain, sedikit yang mereka tahu bahwa Allah sudah menentukan takdir mereka satu sama lain bahkan sebelum mereka dilahirkan."

*
*
*

Yusuf terdiam kala ia berjalan dengan tenangnya di padang pasir yang begitu indah ini. Kini laki-laki itu berada di Yordania bersama Askara yang menemaninya untuk menenangkan diri. Setelah banyak hal yang terjadi di Palestina yang meninggalkan luka yang begitu mendalam begi semua orang. Kini ia kembali dengan Yusuf yanh sama namun mental yang berbeda. Segala hal yang ia hadapi di Palestina membuatnya sadar bahwa ada banyak hal yang tak bisa ia ubah dengan semudah itu. Sesekali ia menatap indah bentangan padang pasir yang membuatnya tindu setelah berada di kacau balaunya Palestina dengan segala luka dan kenangannya. Sesaat ia merasakan sakit yang menusuk jantungnya kian memudar kala ia mulai mengikhlaskan segalanya.

"Sudah berbincang dengannya?" tanya Askara pelan yang membuat Yusuf menatapnya teduh dengan mata tajamnya.

"Sudah, hanya saja kami butuh waktu untuk memutuskan kemana jalan kami akan berlabuh."

"Saya tau ini mungkin berat buat semua orang, bahkan saya sendiri. Tapi, ketika saya tau bahwa kebahagiaan dia adalah bersamamu, maka saya akan mengikhlaskan segalanya."

"Terima kasih telah membantuku menjaga marwahnya."

"Saya tak pernah merasa bahwa saya telah menjaga marwahnya."

"Membuatnya mengagumimu juga termasuk menjaga marwahnya. Karena dia mengagumi seseorang yang begitu sempurna sepertimu."

"Saya masih jauh dari kata sempurna, Yusuf."

"Tidak ada yang sempurna, Zian."

Senyuman keduanya menjadi sebuah jawaban tersirat yang hanya diketahui oleh keduanya. Lantas mereka masih memutuskan untuk berjalan menusuri indah padang pasir itu.

"Kamu ga pernah mengatakan kalau kamu menyukainya, Yusuf. Lalu kenapa tiba-tiba sekarang kamu mengungkapkan perasaanmu padanya dan mengikat dia seperti ini?"

"Aku memang tak pernah mengatakan aku menyukainya, karena aku tau bahwa Allah maha membolak-balikkan hati makhluk. Hanya saja, sudah saatnya aku mengangkat pedangku sebagaimana Ali yang mulai melamar Fatimah."

"Kamu benar, bahkan saya saja tidak.tau bahwa dia menyukaimu juga dalam bungkamnya dan sifatnya. Segalanya tak terbaca. Namun, saat kamu memutuskan untuk menghubungi ayahnya dan mengungkapkan perasaanmu padanya, saya bahkan tidak pernah menyangka bahwa indah kisah Ali dan Fatimah itu masih ada di zaman yang penuh kekacauan ini."

"Aku bahkan tak pernah menyangka bahwa kisahku akan menjadi seperti ini."

"Jadi kapan kamu siap untuk benar-benar menghadapinya?"

"Bulan depan, insyaallah."

"Masyaallah, saya harap kedepannya akan sakinah, mawaddah, dan warahmah."

"Amiin Allahumma Amiin. Terima kasih Zian."

"Sama-sama, Yusuf."

She Is not CleopatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang