Dia bukan Cleopatra

26 2 0
                                    

"Cinta kita adalah yang terbaik karena imanku bertambah. Kau membantuku di dunia, dan karena itu aku ingin kembali bertemu denganmu di surga."

-Muhammad Yusuf Alaudin Althaf-

*
*

*

(Kairo, Mesir)

Mesir tampak begitu indah dengan segala hal yang mendeskripsikannya. Tentang padang pasir, Nil, dan Al-Azhar yang berdiri dengan megahnya. Indah pemandangan kala itu kini mampu kusaksikan dengan banyaknya saksi bisu yang memeluk Mesir dengan segala kisah dan sejarah di baliknya. Mungkin aku mengingat beberapa kisah yang sering kakekku ceritakan kala itu, seuntai tipis kisah tentang salah satu pemimpin Mesir yang digadang sebagai Fir'aun terakhur, Cleopatra. Kini aku paham kenapa banyak pemuda Indonesia yang jatuh cinta dengan Mesir dan pesona khas wanita Timur Tengah yang begitu membutakan.

"Sayang," suara itu membuatku menoleh menatap sang pendekar yang kini tersenyum menatapku.

"Sudah selesai meeting nya?" tanyaku yang mempertanyakan pertemuan Yusuf dengan salah satu guru besar di Al-Azhar.

"Sudah."

Aku mengangguk pelan saat laki-laki tampan ini menggandengku meninggalkan megahnya bangunan tua ini dan menuju penginapan kami. Sepanjang perjalanan, rupanya aku menyadari banyak hal yang tak pernah kusadari selama ini. Indah tanah nan tandus ini telah membersamai sosok di sebelahku dengan kisah luar biasa di dalamnya. Sesekali kudapati sang pendekar menceritakan manis pahit hidupmya dengan padang pasir sebagai saksi bisu segalanya. Tentang bagaimana ia berjuang demi menggapai singgasana-Nya dan Dzulfikar yang selalu menjadi pemanis dalam setiap kisah piluhnya yang menyakitkan. Tak salah jika aku menyebutnya sang pendekar dengan segala kesempurnaannya.

"السلام عليكم."

Ucap Gus Syafeed yang sengaja menemui kami di sebuah tempat makan di dekat Al-Azhar.

"وعليكم السلام."

Jawab kami bersamaan.

"ما شاء الله كيف حالكم؟"

"الحمد لله نحن بخير."

"الحمد لله كيف قلبك يا زافرة؟ انت افضل؟"

"ماذا تقصد يا سيفيد؟"

Tanyaku menatap indah wajah gus Syafeed yang duduk di seberang meja kami dengan senyuman indahnya yang merekah.

"يبدو أن قلبك قد وجد السعادة معه."

Gumam gus Syafeed sembari melirik Yusuf dengan senyuman yang entah mengapa kala aku menatapnya seakan aku merasakan luka yang begitu mendalam jauh di dalam lubuk hatinya.

"Aku sudah menemukan kebahagiaan dalam hidupku, gus," balasku pelan.

"Aku tau," gumamnya pelan. "Aku senang melihatmu bahagia."

"Maaf gus."

"Tidak apa-apa Zhafira, jangan pernah merasa bersalah hanya karena hatimu yang menolakku. Aku yang seharusnya meminta maaf karena telah memaksa hatimu untuk menerimaku."

Aku terdiam menunduk kala mendengar kata gus Syafeed yang membuatku merasakan banyak gejolak yang tak mendasar. Namun sebuah genggaman lembut di tanganku seakan menyapu bersih semua gejolak yang kurasakan. Kutatap indah wajah sosok di sampingku dengan senyumannya yang seakan mengatakan "semua akan baik-baik saja" secara tersirat.

She Is not CleopatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang