Negeri Paman Sam dan Keindahannya

41 4 0
                                    

"Hikmah Tuhan menciptakan dunia supaya segala sesuatu yang ada di dalam pengetahuan-Nya menjadi tersingkap."

-Rumi-


*
*
*

Aku terdiam saat menatap indahnya perbedaan suasana ini di balik kaca mobil yang menjemputku dari bandara. Sudah 6 hari pikiranku masih di selimuti kekalutan dengan ucapan gus Syafeed tentang niatnya yang masih belum ia utarakan kejelasannya. Sesekali kutatap keluar jendela, mengamati setiap perbedaan diantara bedanya benua yang telah aku lalui selama beberapa jam, yang dengan keajaiban-Nya aku mampu menginjakkan kakiku di bumi ini. Hatiku tak berhenti-berhentinya mengucapkan rasa syukur atas nikmat yang telah Dia berikan padaku di dunia. Dan mungkin inilah saatnya aku mulai belajar indahnya perbedaan di antara mayoritas yang mungkin telah Allah sematkan indahnya takdir beserta peliknya ujian di dalamnya.

Kusadari satu per satu mimpiku telah kuwujudkan atas kebaikan Allah, bahkan saat ini. Berada di tengah peradaban barat dengan mempelajari berbagai keilmuan di dalamnya merupakan salah satu harapan yang sudah kutuliskan bahkan sejak aku masih berusia 12 tahun. Dan kini, aku bahkan merasakan Allah telah menjawab setiap bisikan dalam sujudku beserta keringat dan tangis yang kucurahkan sebagai niat dalam setiap permohonan dalam melangkah menuju apa yang kuharapkan. Dan mungkin inilah resiko yang tak bisa kuhindari ketika aku sudah memutuskan untuk berjalan memasukinya. Entah misteri apa yang telah Allah siapkan padaku, aku harus membangun tembok setinggi-tingginya untuk menghadang apa pun yang akan ku hadapi.

"Masyaallah Zhafira, aku sama sekali tak bisa memercayai bahwa kita berada disini," suara sahabatku Dhaniya dengan wajah bahagia.

"Iya Dhan, Alhamdulillah."

Dhaniya tetap menatapku dengan begitu bahagianya saat mobil menurunkanku di salah satu asrama perempuan kampus impianku.

"Aku duluan ya Dhan," pamitku.

Dhaniya mengangguk pelan menatapku, masih dengan senyuman indah dan bahagianya. "Hati-hati ya Zhaf, hubungi aku kalau ada apa-apa."

"Insyaallah, makasih Dhaniya."

Aku mulai menurunkan beberapa barangku dari mobil dengan bantuan laki-laki paruh baya dengan wajah berseri yang merupakan supir kami.

"Thank you sir," ucapku ramah.

"Anytime miss, have a nice day."

Aku tersenyum simpul saat mendapati mobil yang kutumpangi bersama Dhaniya meninggalkanku sendirian. Membiarkan angin benua Amerika ini menghempas khimarku dengan bebasnya, seakan mengatakan bahwa aku tak akan pernah berada di tempat ini tanpa adanya campur tangan Allah yang mulia. Dan hal itu membuatku kembali tak ada henti-hetinya bersyukur atas nikmat-Nya kepadaku yang masih banyak melakukan kedholiman atas-Nya. Kubawa semua barangku dengan perasaan berbunga memasuki asrama ini.

Beberapa saat aku menunggu saat seorang resepsionis menentukan dimana aku akan tinggal dan menetap, hingga ia beranjak dari tempat duduknya dan membantuku membawa beberapa barangku menuju kamar yang akan menjadi saksi perjuanganku kedepannya.

"Masyaallah, you are mouslem?" ucap salah satu mahasiswa yang membuatku menoleh saat resepsionis tadi membukakan sebuah kamar untukku dan menyerahkan sebuah kunci untukku.

"Have a nice day," ucap resepsionis itu membuatku tersenyum dan mengucapkan "thank you" dengan ramah.

Kutatap kembali asal suara yang tadinya menyapaku dengan wajah indah berserinya.

She Is not CleopatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang