"Mencintai Allah adalah setinggi-tingginya cinta. Sempurnakan cintamu kepada Allah sebelum engkau melabuhkan cintamu kepada makhluk-Nya."
*
*
*(Padang Pasir Sahara, Afrika Utara)
Malam itu begitu indahnya dengan bentangan padang pasir yang begitu luas. Angin bersemilir menghempas indahnya gaun dan khimar putih yang dikenakannya. Mata tajamnya nan indah menatap langit yang bertabur indahnya sungai bintang dengan pesona bulan. Pancaran indah sang bulan terpantul indah di manik mata coklatnya yang berhias celak hitam di bawah matanya. Alisnya terbaut kala ia mengagumi indahnya semesta. Tasbih terus bergulir di antara jemari indahnya kala hatinya tetap melangitkan shalawat dan dzikir yang tak terbatas. Wajah indahnya tertutup cadar putih begitu sempurna.
"دعونا نصلي في الليل معا، عائشة."
Suara itu membuatnya menoleh menatap tajam seorang laki-laki dengan jubah putihnya yang indah. Sebuah senyuman terlihat begitu indah hingga membentuk lesung pipi yang menjadi ciri khas keindahan wajahnya. Sorot mata tajamnya menatap sang perempuan yang menggapai tangannya dengan lembutnya. Lantas keduanya mulai membentangkan sajadah mereka sebelum menegakkan shalat malam dengan syahdunya di bawah bentangan lautan bintang yang indah.
Suasana begitu syahdu kala tiap lantunan indah ayat suci Al-Qur'an menggema dengan indahnya di telinga sang perempuan. Pemilihan surah yang begitu indah mampu menggetarkan hati sang perempuan di kala senyuman terbentuk indah di antara bibirnya dengan tetesan air mata yang tampak menghiasi indah matanya. Ar-Rahman mengalun dengan begitu indah di tengah Sahara sebagai saksi bisu dari penghadapan dua hati sang musafir cinta yang tengah bermunajad dengan syahdunya.
Salam menjadi penutup dari segalanya setelah indahnya kesyahduan shalat malam yang meteka dirikan bersama. Setelahnya laki-laki tampan dengan wajah berseri itu memutar tubuhnya untuk duduk berhadapan dengan sang istri.
"Kenapa kamu memanggilku Aisyah? Padahal aku bukan Aisyah," tanya perempuan itu menatap sang suami tajam.
"Tapi aku selalu menganggapmu sebagai Aisyahku, Humairaku. Kecantikanmu, tajamnya tatapanmu, tutur kata santunmu, imanmu, keberanianmu, kecerdasanmu, seakan aku melihat Aisyah dalam dirimu."
Wajah perempuan itu tersipu kala mendengar ucapan itu.
"لكنك صاحب اسمين كريمين."
"Kamu adalah jawaban setiap doa dan harapanku, Aisyahku."
***
Seketika mata tajam perempuan itu terbuka dengan bulir air mata yang sudah membasahi pelupuk indahnya. Ditatapnya suasana temaram di sekitarnya. Para sahabatnya masih terlelap dalam indahnya malam mereka. Lantas perempuan itu beranjak dan mengambil wudhu sebelum menegakkan shalat malam dengan syahdunya. Ayat demi ayat ia lantunkan seakan lantunan indah laki-laki itu masih terngiang di benaknya. Ar-Rahman telah menjadi pertanda indahnya kuasa Tuhan atas segala hal yang dialaminya dalam hidupnya.
"Ya Rabb, jika ini semua adalah petunjuk-Mu melalui Ar-Rahman, maka hamba meminta Kun Fayakun-Mu untuk menyatukan benang takdir kami. Hamba mencintainya hingga tak mampu menggapainya dari-Mu ya Rabb," jerit benaknya.
"Aisyah," gumamnya yang membuatnya meneteskan air matanya. "Hamba ikhlas Ya Rabb, jikalau semua ini hanya mimpi, hamba ikhlas melepaskannya demi cinta hamba kepada Syari'at-Mu. Hamba panjatkan doa dan harapan hamba sebagaimana seorang musafir yang tak tau arah."

KAMU SEDANG MEMBACA
She Is not Cleopatra
Romance"Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu! Dan karena itulah, kalbu seorang pencinta-Nya lebih besar daripada Singgasana-Nya."-Rumi ----- "Tuhan sedang menarikmu menuju apa yang menjadi rencana-Nya," ucapan itu memb...