45 || TENANG BERSAMANYA

923 74 7
                                    

"Kalau kita jumpa seseorang, dan kita merasa tenang bersama dia, jangan tinggalkan dia. Mungkin dia itu jodoh kita."

-Ustadz Azhar Idrus-

🍁🍁🍁

***

~HAPPY READING~

Kota tiba-tiba saja hujan deras, tanpa kabar maupun tanda. Aisya yang hendak pulang dari perpustakaan kota itu pun menatap jalanan basah. Aroma khas jalanan basah pun tercium telah menenangkan hatinya.

Gadis itu terduduk di halte, dengan rambut dan baju yang sedikit basah.

Beberapa menit melamun, gerakan seseorang yang baru saja duduk di sebelahnya membuat lamunan Aisya buyar. Ia menoleh menatap siapa yang ada di sampingnya itu.

Agam.

Aisya melotot dan langsung berdiri dari duduknya. Gadis itu terkejut dengan kedatangan Agam dan tiba-tiba duduk di sampingnya tanpa izin.

"Kenapa berdiri?" Tanya Agam enteng.

Aisya mengernyit. Harusnya 5 tahun berada di Cairo membuatnya tau bahwa mereka tidak pantas bersebelahan, kenapa Agam malah berani duduk di sebelahnya?

Ngomong-ngomong soal Agam, ia tadi mendapat tawaran job dakwah di masjid daerah dekat perpustakaan kota. Niat hati ingin meneduh di halte, namun ternyata Allah memperlihatkan wajah teduh sang kekasih hati.

"Kenapa tidak dijawab?"

Pertanyaan Agam entah mengapa membuat Aisya gelagapan. Ada apa ini? Kenapa saat bersama Agam saja ia seperti ini? Kenapa dia gak bisa sewot pada Agam? Pikirnya.

Gadis itu berdehem pelan, "G-gue gak pantes kan ada di samping lo."

"Yaudah sini pangku."

Aisya semakin dibuat melotot dengan ucapan Agam. Agam terkekeh pelan melihat itu.

"Saya hanya bercanda."

"Gak lucu." Gumam Aisya hendak membalikkan badannya, namun Agam dengan gesit mencekal pergelangan tangan Aisya.

Aisya menatap tangannya yang dicekal oleh Agam. Terlihat, Agam masih memakai cincin yang sama seperti cincin yang Aisya pakai sebelum ia total melepaskannya. Ya, cincin itu couple.

Agam sadar dan sontak melepaskan pergelangan tangan Aisya dengan lembut. Cowok bersarung hitam itu mengambil sorban di pundaknya dan memakaikan sorban itu pada kepala Aisya, tepatnya dirambutnya.

Meski dengan jantung yang hampir loncat ke betis, Aisya tetap berusaha mengontrol mimik wajahnya. Meski tak terpungkiri wajahnya memerah, setidaknya raut wajahnya tetap bisa datar.

Agam tersenyum, "Saya tidak akan menahan kamu pergi. Karena seperti yang kamu katakan, bahwa itu tidak pantas. Pakai itu, setidaknya mengurangi resiko pusing di kepala kamu." Ucap Agam sangat lembut, bahkan tatapan cowok itu sangat hangat ke Aisya.

Aisya bisa merasakan kehangatannya.

Aisya memilih mengalihkan pandangannya dan berbalik, menghiraukan ucapan cowok itu. Atau bentengnya akan runtuh nanti.

Baru 3 langkah, Agam berkata lagi, "Pakai hijab ya, Aisya?"

Kata itu membuat Aisya menghentikan langkahnya. Beberapa detik tak ada jawaban membuat Agam merasa bersalah, ia tidak bisa memaksakan seseorang meski itu istrinya.

"Maafkan saya, saya tidak bermaksud memaksa kamu. Jangan dipikirkan ya? Pulanglah, ini sudah larut."

Dengan senyum tulusnya Agam berucap, "Semoga Allah menjaga setiap langkahmu, ya Aisya."

A G A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang