48 || MENYERAH?

665 68 24
                                    

"Jika disuruh memilih antara sholat istikharah atau sholat hajat, saya lebih memilih untuk sholat hajat. Karena tentangmu adalah tujuan, bukan lagi sebuah pilihan."

-AGAM-

🍁🍁🍁

***

~HAPPY READING~

Lagi-lagi, ia berbisik pada dirinya sendiri. Antara kesunyian dan kesepian tidak ada bedanya untuknya. Wajahnya memerah, matanya pun berkaca-kaca.

Beberapa kali ia meremas tangannya dan mengatakan pada dirinya, "Harusnya saya lebih kuat lagi."

Beberapa kali ia mengusap lereng kecil di pipinya, "Harusnya saya tidak secengeng ini.." Lirih Agam.

Hampir satu jam lamanya Agam terduduk diam di masjid. Tangannya tak berhenti menggenggam tasbih, mulutnya tak berhenti mengucap istighfar, matanya tak berhenti mengalirkan air mata, dan pikirannya tak berhenti memikirkan istrinya.

Hatinya begitu sakit melihat kejadian tadi, dimana Alzam memeluk Aisya dan Aisya tak menolak itu. Apa yang ada dipikiran Aisya sebenarnya? Memang dia belum tau tentang ikatannya dengan Agam, namun tak seharusnya dia mau disentuh oleh yang bukan mahramnya.

Dan sekarang, pikiran Agam mulai tenang. Ia curahkan segalanya pada Sang Pencipta. Ia meminta pada Sang Maha Penyayang untuk memeluknya.

"Ya Allah, segala yang hilang telah hamba ikhlaskan, seluruh yang rusak telah hamba relakan. Segala yang membebani telah hamba bebaskan, dan segala yang ingin pergi tak pernah hamba tahan." Batin Agam.

Agam tersenyum tipis, "Lalu, takdir mana yang harus hamba perdebatkan? Jika sesungguhnya, segala ketentuan hanyalah milik-Mu, ya Rabb." Lirih Agam dalam hati.

🍁🍁🍁

Pagi yang berembun ini, kebetulan Aisya tidak ada kelas. Gadis itu berniat jogging bersama Aidhan. Sebenarnya Aisya tidak minat, namun Aidhan mengajaknya. Daripada ia galau di rumah, mending jogging aja.

Aidhan yang sudah siap itu menghampiri Aisya yang masih mengenakan kerudung sport hitamnya.

"Udah selesai?" Tanya Aidhan, Aisya menganguk.

Mereka pun turun ke bawah, lalu dikejutkan dengan Anjas dan Aqeela yang sudah berdiri di depan pintu. Mereka berdua seperti akan olahraga. AnQeel pun menatap kedua anaknya dan tersenyum.

"Yuk!" Ajak Aqeela.

Aisya mengernyit, "Papa sama Mama ikut?" Keduanya menganguk, "Gak takut encok?" Tanya Aisya membuat Aqeela melotot.

"Enak aja! Papa sama Mama gak setua itu ya!"

"Udah 40 an." Celetuk Aisya tengil.

"Mama 39 ya!"

"Yaudah si gak usah ngegas, orang Aisya ngomongin Papa. Kalo situ ngrasa jiwa 40 an yaudah, sadar berarti."

Aqeela pun tertawa sumbang dan menyodorkan tangannya ke Anjas, "Tahan Aqeela, Mas! Aqeela mau cubit usus anak ini! Enak aja Aqeela dibilang jiwa 40 an, gak terima Aqeela! Tahan cepet, Mas!"

Aisya memutar bola matanya malas melihat drama sang Mama. Sedangkan Anjas dan Aidhan menahan tawa mereka. Setidaknya Aisya sedikit terhibur dan melupakan masalahnya sejenak.

A G A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang