53 || CEILAHH

865 76 7
                                    

"Bagaimana mungkin saya bisa lari darinya, sedangkan dirinya adalah takdir saya."

-AGAM-

🍁🍁🍁

***

~HAPPY READING~

Aisya menggosok-gosok rambutnya yang basah itu dengan handuk. Pukul 03.30 dini hari, ia keramas tentu saja karena melakukan mandi junub. Tau sendiri lah kenapa.

Untuk Agam, cowok itu sudah bangun lebih dulu dan mandi junub lebih dulu pula.

Entah kesambet apa, Aisya tiba-tiba senyum-senyum tidak jelas mengingat kejadian semalam. Gadis itu jadi malu dan gugup sendiri kalo bertatapan dengan Agam.

Apalagi tadi, Agam menggendongnya untuk sampai ke kamar mandi karena rasa nyeri dan sakit Aisya rasakan di daerah tertentu.

Tok! Tok! Tok!

"Ya Aisya? Kamu masih di dalam?" Tanya Agam dari luar kamar mandi.

"Iya bentar, ini aku udah mau selesai." Sahut Aisya, gadis itu berusaha menata ekspresi gugup dan malunya.

Aisya berjalan menuju pintu kamar mandi dengan kaki sedikit pincang, dan membukanya. Menampilkan wajah bersinar milik suaminya yang menatapnya, kedua insan itu saling berpandangan dengan senyum mereka masing-masing.

"Kenapa nggak panggil saya kalo udah selesai tadi? Emang udah gak sakit?" Tanya Agam sedikit khawatir, namun membuat istrinya itu malu sendiri.

"A-aku gak apa-apa kok.." Ucap Aisya dengan wajah memerah, membuat Agam tersenyum tipis.

"Udah ambil wudhu?" Tanya Agam mengalihkan pembicaraan agar istrinya tidak malu.

Aisya menganguk tanda ia sudah wudhu, "Kalo gitu saya mau ambil wudhu dulu." Ucap Agam.

Mendengar itu, Aisya pun agak menggeser tubuhnya, begitu pula dengan Agam. Agar Aisya bisa keluar dari kamar mandi. Aisya pun keluar, dan Agam masuk kamar mandi, dengan senyum mereka yang masih merekah.

Adzan Subuh berkumandang, Agam dan Aisya memulai sholat berjamaah mereka. Dengan kusyuk, damai, tenang, hanya ucapan dan dialog antara mereka dan Allah. Begitu sunyi dan nyaman.

"Assalamualaikum warahmatullah.. "

"Assalamualaikum warahmatullah.. Walhamdulillahirabbil'alamin."

Berdzikirlah mereka selama beberapa menit, lalu Agam membaca doa dan Aisya yang mengamini. Mereka sapukan kedua tangan mereka ke wajah setelah selesai berdoa.

Agam membalikkan badannya total menghadap istrinya dan mengulurkan tangannya, Aisya langsung menerima tangan suami untuk ia cium. Setelah itu, Agam menangkup pipi Aisya, mengecup kening cukup lama. Lalu beralih ke kedua mata, kedua pipi, hidung, bibir, dan janggut.

"Syukron ya Habibati, sudah bersedia menjadi makmum saya. Bersedia saya bimbing, dan bersedia menerima segala kekurangan saya. Terimakasih banyak." Ucap Agan tulus sembari mengelus pipi istrinya.

Aisya tersenyum dan mengelus tangan Agam, "Aku juga berterima kasih, kamu udah mau memperjuangkan segalanya, makasih udah mau bertahan dalam keadaan apapun, udah mau membimbing aku buat hijrah dan istiqomah, udah jadi imam terbaik buat aku. Aku bangga punya suami kayak kamu." Ujar Aisya tak kalah tulusnya.

Agam menggenggam tangan istrinya, "Jangan bosan memperbaiki diri ya, istriku. Hijrah memang butuh keistiqomahan, maka dari itu kamu harus mempertahankannya." Aisya menganguk-anguk.

A G A MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang