{82} The Father In Law {82}

848 42 0
                                    

.

.

.

Darga terkesiap bangun saat menyadari suasana asing di sekelilingnya. Menyibak selimut cepat, Darga meraih ponsel di atas nakas. Masih pukul setengah tujuh. Dia bernafas sedikit lega.

Bola mata Darga kembali menatap sekeliling. Hingga kedua matanya terbelalak kaget. Astaga! Sekarang dia baru ingat jika sedang berada di rumah Nena! Di Surabaya! Menatap sisi ranjang yang sudah bersih. Darga meraup wajahnya kasar. Pastilah Ronny sudah bangun.

Sekarang bagaimana tanggapan calon kakak iparnya melihatnya malas begini?! Aish! Darga mulai merutuk diri. Bagaimana juga dengan tanggapan calon mertuanya?! Darga tidak ingin meninggalkan kesan jelek di mata keluarga calon istrinya. Sialan!

Darga melompat dari tempat tidur. Segera membuka sport bag-nya, mengambil handuk dan baju ganti. Darga segera masuk ke kamar mandi.

Setelah berpakaian dengan cepat. Darga berderap keluar kamar. Mengernyit saat mendapati suasana rumah begitu sepi. Dia menatap pintu kamar Nena lalu membukanya perlahan. Kening Darga seketika berkerut saat mendapati kamar itu kosong. Nena tak ada di dalam.

Mau tak mau, Darga turun ke lantai bawah. Di ruang tengah dan dapur dia juga tak mendapati Nena ataupun Ronny ada disana. Baru saat dia keluar di halaman belakang, Darga dikejutkan dengan keberadaan Choki dan Anjani disana. Sepertinya sedang menikmati teh pagi mereka.

“Eh, Om—“ Darga menggaruk kepalanya malu menatap Anjani dan Choki.

Duuuh! Mampus gue! Gimana kalo sampe Om Choki tahu, kalau gue ini nggak bisa bangun pagi?! Malu gue, malu!!!

“Duduk sini, Nak!” Choki menunjuk kursi kosong di sampingnya. Darga beringsut duduk di kursi kayu itu. Choki menatap istrinya. “Mah, bikinin teh dong, buat calon mantu kita.”

Anjani tersenyum, segera beranjak menuruti perintah suaminya 

“Eh, Tante—nggak usah repot-repot.” ucap Darga dengan nada tidak enak.

“Nggak repot, kok.” Anjani tersenyum lalu masuk ke dapur. Meninggalkan Darga dan Choki berdua saja disana.

Choki tersenyum menatap Darga di hadapannya. “Kemarin, kita belum sempat ngobrol panjang. Karena Yerina—“ Choki menghela nafas. “Kamu tahu sendirilah. Anak itu suka sekali nyela omongan Om.” Darga mengangguk malu-malu. “Mumpung anaknya lagi beli sarapan sama Ronny. Kita jadi bisa leluasa ngobrol.”

Darga mengangguk. Ternyata Nena sedang keluar membeli sarapan.

“Biasanya kalau weekend begini, mamanya Nena nggak masak. Jadi kami beli sarapan di luar. Terus Nena tadi bilang, kangen muter-muter sama motornya. Awalnya Nena mau ngajak kamu. Tapi Ronny bilang, semalam kalian habis mabar game. Jadi kamu belum bangun.”

Darga hanya tertawa canggung. Bernafas lega dalam hati. Karena Ronny memberi alasan yang logis atas kekeboannya. Tidak tahu saja mereka, jika Darga biasa bangun pukul delapan pagi.

“Oh iya, Nak Darga,” Darga menatap Choki yang terlihat serius di hadapannya. Dia menelan ludah kelu. “Om nggak tahu, Nena sudah cerita atau belum. Om dan ibu kandungnya Nena bercerai saat Nena kelas 5 SD.”

Darga tahu, ada sorot kesedihan saat Choki berbicara. Membuat Darga teringat kesedihan yang terpancar di mata Nena saat menceritakan hal yang sama kemarin.

“Om sebenarnya malu menceritakan ini. Tapi Om harap, kamu bisa memetik hikmah dari cerita Om ini, ya nak Darga.”

Darga mengangguk singkat. “Iya, Om.”

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang