{70} When Are You Coming Home...? {70}

1K 71 1
                                    

.

.

.

Nena menghembuskan nafas, saat Galvian mengakhiri meeting bulanan siang ini. Dia segera membereskan dokumen-dokumennya serta laptopnya setelah memastikan dia sudah merangkum hasil meeting siang ini.

Galvian sendiri yang memimpin rapat siang ini. Karena absennya Darga membuat Galvian mau tak mau harus meng-cover pekerjaan anaknya. Karena tak mau Nena keuwalahan karena mengerjakan banyak pekerjaan seorang diri.

"Nen, Om duluan ya. Ini Tante udah WA, ngajak makan di resto." Galvian tersenyum menepuk bahu Nena.

Nena balas tersenyum. "Iya, Om. Hati-hati." ujarnya mengikuti punggung Galvian yang keluar dari ruang meeting.

Nena kembali menghela nafas, lalu beranjak dengan laptop dan beberapa berkas di tangannya. Begitu sampai di luar, Revi menyapanya.

"Nen, lunch yuk? Gue, Arfandi sama Rud-rud mau ke sederhana."

Nena tersenyum. "Oke, gue ikut. Bentar mau ambil hape sama dompet dulu di ruangan."

Revi mengangguk. "Oke, gue tunggu lobby ya?"

Nena mengangguk. Lalu membelokkan langkahnya menuju ruangannya. Nena membuka pintu itu, tatap nanarnya langsung tertuju pada meja berdebu di depan.

Sudah hampir enam bulan meja itu ditinggal pemiliknya. Nena kembali menghela nafas, saat sesak itu memenuhi dadanya. Sudah berapa lama waktu berlalu. Nena tak sanggup menghitungnya. Karena di setiap detik yang dia lalui selalu ada rindu di dalamnya. Rindu untuk seseorang di seberang sana.

Nena segera keluar setelah mengambil sling-bagnya. Dia memainkan ponselnya di dalam lift. Membuka laman chat, menampilkan gambar laki-laki itu dengan langit Praha sebagai backgroundnya—yang menjadi foto profil laki-laki itu di aplikasi chat. Nena menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam.

Dulu saat ada film yang mengeluarkan takline rindu itu berat, Nena sempat tidak percaya. Tapi sekarang, saat Nena merasakan sendiri bagaimana beratnya memendam rindu pada seorang Edwarga. Dia baru percaya.

Nena segera keluar dari lift. Dia lalu menemukan Revi sedang duduk-duduk di sofa lobby. Nena lalu duduk di sampingnya.

"Nunggu Fandi ambil mobil dulu," ucap Revi. Nena hanya mengangguk.

Nena memandang hampa pemandangan luar jendela. Tak dia pedulikan Revi, Rudian dan Arfandi yang sedari tadi asyik mengobrolkan sesuatu yang tak Nena pahami. Lagipula dia juga tidak tertarik bergabung.

Revi yang menyadari keterdiaman Nena, menyikut perempuan itu. Membuat Nena menoleh kaget.

"Kenapa Rev?" Nena mengerjap kaget.

Revi berdecak. "Lo itu yang kenapa? Dari tadi ngelamun bae, kenapa sih?"
Nena menggeleng pelan. "Lo kangen sama Pak Darga ya?"

Nena melotot. Merutuk dalam hati, kenapa Revi bisa menerka tepat. "Enggak—kenapa gue harus kangen sama dia?!" Padahal aslinya gue kangen banget, Rev. Gue nggak bisa tidur mimpiin dia mulu.

Revi tampak menghela. "Habisnya muka lo kusut terus semenjak Pak Darga pergi. Eh, tapi Pak Darga cutinya lama banget ya, udah berapa bulan sih, ini?"

Mendengar ocehan Revi malah membuat perasaan Nena semakin tersiksa. Membuat hatinya semakin pedih terkikis rindu. Nena hanya tersenyum tipis. Tak berminat menanggapi omongan Revi selanjutnya.

Nena sama sekali tak berselera. Hamparan masakan padang di depannya membuatnya tak bernafsu. Akhirnya dia hanya mengambil sedikit nasi dan ayam pop dilumuri kuah rendang. Tak berminat mengambil yang lain.

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang