.
.
.
Nena menatap sekeliling apartemennya dengan bosan. Dia sudah menatap langit-langit dan lantai di bawah berkali-kali tapi tetap saja hanya helaan nafasnya yang terdengar.
Biasanya di jam-jam begini Nena, si kembar dan Darga akan asyik bermain monopoli. Dan berapa kali bermain pun Darga pasti akan kalah dan menerima hukumannya. Dia dan si kembar akan melukis wajah Darga dengan lipstick. Lalu Nena akan tidur di tengah-tengah si kembar. Mereka bisa mengobrol sampai pagi. Tapi kini....
Nena kembali menghela nafas. Dia sendiri lagi. Padahal baru tadi sore Nena kembali ke apartemen, tapi rasanya sudah lama sekali. Ah, mungkin dia sudah terbiasa dengan kehadiran Darga dan si kembar. Maka itu dia jadi merasa kesepian.
Nena juga jadi tak berselara makan. Padahal tadi dia sudah membeli nasi ayam bakar untuk makan malam. Tapi belum dimakannya karena tiba-tiba tidak bernafsu lagi. Akhirnya dia hanya menyemil nugget yang digorengnya. Itu pun dia juga tak menghabiskannya. Entahlah.
Lalu yang dilakukan Nena hanya duduk memeluk lutut di sofa. Ponselnya tergeletak begitu saja seolah tak ada hal menarik yang ditawarkan benda pintar itu. Seketika dia mulai mengantuk.
Suara ketukan pintu yang terburu-buru membuat Nena mendongak kaget. Tidak jadi mengantuk. Dia malah merutuk si pengetuk yang tidak sabaran itu. Dengan langkah terseret dia bangkit dari sofa dan membuka pintu.
Betapa terkejutnya Nena melihat seseorang di balik pintu. Seseorang yang tengah tersenyum lebar kepadanya. Seseorang yang selalu membuatnya merasa gila dengan jantung yang berdetak sangat cepat. Seseorang yang malam ini terlihat tampan dengan hoodie hitam dan jeans abu-abu.
"Hai," sapanya.
Nena masih diam dengan keterpakuannya. "Ngapain lo ada disini, Dar?"
Darga tersenyum lebar lalu melangkah masuk. Nena baru menyadari di bahu laki-laki itu tersampir sebuah tas olahraga. Membuat Nena mengernyit heran. Untuk apa Darga membawa tas segala?
Darga menjatuhkan tasnya dan memeluk Nena erat, membuat perempuan itu merasa sesak dan mengerang. "Gue kangen-Nen." peluknya erat. "Baru sehari aja, gue udah kangen sama lo."
Darga lalu mengangkat Nena dalam pelukannya. Sedikit berputar-putar lalu menjatuhkan kepalanya di leher Nena.
Nena masih tidak mengerti. Meski mereka sudah berpelukan, berputar-putar, lalu berpelukan lagi. Dia tetap tak mengerti kenapa Darga bisa sampai di apartemennya malam-malam begini.
Nena mengernyit curiga dengan tas yang dijatuhkan laki-laki itu di bawah. "Kenapa lo bawa tas?"
Darga tertawa lalu duduk di sofa. Dia meraih tasnya, menaruhnya di atas meja. Dia membuka tasnya dan tampaklah isinya yang membuat Nena semakin melotot. Beberapa baju ganti dan peralatan mandi.
Seakan menjawab pertanyaan Nena, Darga nyengir. "Gue mau nginep disini."
"Hah?!" Nena melotot kaget. Kedua matanya berputar panik. "Lo ngaco deh! Ngapain nginep segala?! Lo kan punya rumah, Dar."
"Iya gue tahu," Darga menghela nafas. Rautnya terlihat sedih. Tangannya menarik Nena untuk duduk di sampingnya. Lalu wajahnya mendekati wajah Nena. "Tapi di rumah gue udah nggak ada lo lagi. Dan guenya mau sama lo."
Nena tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya menggelengkan kepala lalu bangkit menuju dapurnya.
Darga menatap punggung Nena. "Jadi gue boleh nginep sini kan, Nen?"
Nena menghela nafas lalu berbalik. "Emang kalo gue ngelarang, lo nggak jadi nginep?"
Darga menggeleng. "Tetep mau nginep."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomantizmBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...