.
.
.
Nena tak tahu apa yang terjadi. Hingga akhirnya dia terduduk disini. Menatap hamparan laut yang tenang. Juga duduk di atas pasir yang halus. Nena terus-terusan mengambil nafas menatap kaki telanjangnya yang sudah beselimut pasir.
Nena melirik ke samping. Ke arah Harsa yang juga duduk dalam posisi sama. Menekuk lutut dan menatap hamparan laut. Sejak beberapa menit lalu dia maupun Harsa masih membisu. Hingga Nena mulai menceritakannya.
"Gue mencintai dia. Kurang lebih lima tahunan ini." Nena menghela nafas panjang.
Diam-diam Harsa melirik perempuan di sebelahnya.
"Berawal dari nyokapnya yang perhatian banget sama gue. Kita jadi deket."
Nena kembali menatap hamparan laut yang luas. Merasakan angin yang menerpa rambutnya membuat surai keunguannya berkibar.
"Lama-lama gue jadi deket sama dia. Meski kelihatannya cuek dan nggak banyak omong. Tapi gue tahu dia orang yang baik dan diam-diam perhatian." ujarnya tanpa sadar tersenyum.
Harsa menatap lekat-lekat perempuan itu. Dia tahu ada yang mengganjal dalam hatinya saat mendengar cerita Nena bahwa dia telah mencintai laki-laki lain. Rasanya tidak rela jika Nena sudah memberikan hatinya pada sosok lain. Namun Harsa bisa apa. Karena dia pun belum lama mengenal Nena.
"Sampe tiba-tiba—" Nena menarik nafas panjang saat mengatakannya. Karena dia tahu hatinya mulai sesak membuat air matanya kembali bermunculan. "Tiba-tiba dia cerita ke gue kalo dia lagi deket sama kakak kelasnya dulu. Dan tanpa sepengetahuan gue, dia udah ngelamar cewek itu." Mata Nena terpejam merasakan titik bening itu kembali muncul. Namun dia hapus dengan cepat.
Harsa tidak tahan lagi maka diapun bertanya. "Dan orang itu adalah—"
Nena menggigit bibirnya Namun menoleh juga. Dia tersenyum sedih. "Edwarga—boss gue."
Bola mata Harsa melebar. Rasanya dia familiar dengan nama itu. Kalau dia boleh menebak. Jangan-jangan—
"Orang yang nikahannya kita datengin dua hari yang lalu, Sya." Nena tersenyum getir.
Kini Harsa mengerti, kenapa beberapa hari sebelumnya Nena sering bengong dan terlihat bersedih. Juga malam saat menghadiri pernikahan tersebut. Dia tak akan membantah bagaimanan cantiknya Nena malam itu. Namun Harsa bisa merasa jika wajah Nena malam itu tidak benar-benar ceria. Mungkin Nena tertawa, mungkin Nena mengobrol seperti biasanya. Tapi ternyata ada kabut kesedihan yang sedang ditutupinya. Harsa merasa bodoh baru menyadarinya sekarang. Alih-alih dua hari yang lalu.
"Terus apa yang mau lo lakuin sekarang?" Harsa bertanya tapi pandangannya tetap fokus pada lautan di depan. "Dia udah jadi suami orang, Nen."
Nena menunduk semakin dalam. Meredam kesedihannya. "Gue tahu."
Lalu hening di antara mereka.
Nena mendongakkan kepalanya. Menaruh harap pada langit dan lautan agar membuat kesedihannya ini menghilang.
"Gue lagi berusaha Sya. Makanya sekarang gue ada disini juga karena gue lagi berusaha." Nena tersenyum. Lalu meninju pelan lengan Harsa. "Makanya lo hibur gue dong, Sya. Biar gue nggak sedih terus."
Harsa tertawa tanpa suara. Lalu tangannya memainkan pasir di bawah. "Ya udah entar gue beliin lo es krim ya." Nena mengernyit tak mengerti. "Kata lo, es krim bisa luluhin hati lo."
Nena lalu tertawa. Begitu juga dengan Harsa.
"Lah, itu mereka disana!"
Sebuah teriakan menghampiri mereka bersama dengan langkah kaki beberapa orang. Lalu yang tak disangka-sangka wajah manis Derick muncul di tengah-tengah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...