{2} Working Of The Day {2}

3.2K 157 3
                                    

.

.

.

Selama berada di taksi online dalam perjalanan ke kantor, kepala Nena tak bisa berhenti berfikir. Apalagi jika bukan masalah cintanya yang menyedihkan. Bayang-bayang Darga dan Clarissa masih saja menjadi momok menyebalkan yang menganggu tidurnya. Es krim yang kemarin dia makan tak bisa mengalihkan perasaannya begitu saja. Karena pada kenyataannya air matanya terus mengalir saat nama itu tercetus dalam benaknya. Edwarga Jianno. Menyedihkan.

"Mbak sudah sampai!"

Suara bapak-bapak pengemudi taksi online mengagetkan Nena yang sepanjang perjalanan dia habiskan dengan menghitung berapa jumlah gedung pencakar langit yang dilewatinya. Di hitungan ke-empat belas Nena berhenti dan menerjap.

Mengerjap sesaat, Nena menatap sekeliling dan menemukan taksi online yang dinaikinya sudah berhenti di depan lobby. Membereskan tas dan barang bawannya agar tak tertinggal. Nena meraih ponsel dan menunjukkan layarnya pada si bapak pengemudi.

"Sudah saya bayar menggunakan e-money ya Pak."

Si bapak pengemudi tersenyum. "Siap Mbak, terima kasih."

Nena mengangguk lalu turun dari kendaraan yang mengantarkannya itu. Sampai taksi online itu hilang dari pandangannya, Nena masih mematung di sana. Menatap gedung pencakar langit tempatnya bekerja.

Menarik nafas panjang, Nena meniti langkah memasuki gedung kantor. Sampai malam tadi dia masih memikirkan apakah dia mesti keluar dari gedung ini atau tidak. Namun mengkuti kata hatinya, sepertinya dia akan bertahan disini. Entah sampai kapan.

"Pagi, pagi semua!"

Nena tersenyum ceria membalas sapaan pegawai lain yang ditemuinya. Begitulah dirinya, orang-orang mengenalnya sebagai sosok yang cerewet nan ceria. Hobi tertawa namun giat bekerja.

"Eh, Nena pagi-pagi udah nongol aja."

Suara berat seseorang membuat langkah Nena terhenti. Dia menoleh dan mengerjap kaget saat tahu siapa yang menyebut namanya tadi. Dia adalah Galvian-direktur perusahaan sekaligus ayahanda dari Edwarga Jianno.

Nena segera menunduk sopan. "Eh, selamat pagi, Om." Dia nyengir namun pandangan matanya melirik sekitar.

"Cari siapa kamu?" seperti tidak membutuhkan jawaban dari pertanyaannya Galvian malah tertawa. "Kalau kamu cari Darga. Tadi pas Om keluar, anaknya masih molor di kamar."

Nena hanya tertawa mengangguk-ngangguk. Paham sekali bahwa bangun pagi adalah hal tersulit bagi Darga.

"Ya sudah ya, Om keluar dulu. Ada meeting di BSD." Galvian menepuk bahu Nena lembut sebelum berlalu bersama sekertarisnya.

Nena menghela nafas dan segera memencet tombol lift.

Suasana sepi terasa saat Nena sampai di lantai tempatnya bekerja. Hanya beberapa orang yang dia temui disana. Karena memang lantai ini khusus bagi yang memiliki jabatan penting. Menatap pintu ukir kaca yang berdiri kokoh di depannya Nena kembali menghela nafas. Mendorongnya perlahan, dia tak akan kaget saat ruangan di depannya itu kosong mlompong.

Darga tak mungkin ada disana. Karena rekor tercepat laki-laki itu datang ke kantor adalah pukul sembilan. Sedangkan saat ini-Nena melirik sejenak jam tanganya, masih pukul setengah delapan pagi.

Meletakkan tasnya di kursi, Nena membereskan mejanya yang sedikit berantakan. Lalu membereskan map-map yang menumpuk. Memeriksanya sejenak, apakah dokumen itu masih diperlukan atau tidak.

Selesai dengan mejanya, Nena beralih pada meja Darga, hendak merapikannya juga. Adakah yang tahu jika dia dan Darga bekerja di ruangan yang sama. Hal itu adalah usulan Janetta-ibunda Darga yang meminta Nena mengawasi putranya secara ketat. Agar perusahaan keluarga suaminya tidak hancur di tangan Darga yang malas.

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang