.
.
.
Nena buru-buru keluar dari ruang meeting saat ponsel dalam sakunya terus bergetar-getar. Mengeluarkan ponsel dari sakunya. Nena tidak terkejut saat nama Harsa terpampang di layar. Semalam dia sudah berjanji pada Donny untuk mengiyakan ajakan makan siang anak itu hari ini. Dan sepertinya anak itu bukan orang yang sabar menanti.
Bersandar sebentar di tembok. Nena lalu menggulir tombol hijau di layar. "Iya, Sya?"
"Mbak Nena, ini Donny."
"Oh, kenapa Don?"
"Mbak, kita udah ada di depan kantornya Mbak Nena. Tapi Mbak Nenanya nggak keluar-keluar juga."
"Oh," Nena terkesiap. Melirik jam tangannya yang menunjuk angka 12. "Sorry Don, ini Mbak baru kelar meeting. Mungkin 10 menit lagi baru bisa keluar."
"Oh, ya udah Mbak. Kita tunggu."
Nena menghela nafas saat layar ponselnya menghitam. Dia menoleh dan menemukan Revi yang cengar-cengir menatap ke arahnya. Nena sontak mengernyit.
"Lo kenapa?"
"Ciyeee, yang katanya tadi mimpin rapat." senggol Revi jahil.
Nena lalu memerosotkan diri ke dinding. Mengingat bagaimana gagapnya tadi membuka meeting bersama dewan direksi. Membuat kakinya lemas seketika. Apalagi saat sekitar 15 orang yang duduk di meja melingkar tadi terus memperhatikan apa yang dia ucapkan. Teringat tadi pagi saat dia baru sampai di ruangan. Tiba-tiba Galvian menelponnya dan mengatakan Nena harus memimpin rapat bulanan bersama dewan direksi. Nena shock nyaris bola matanya terlempar keluar. Memohon-mohon pada Galvian untuk menunjuk orang lain saja. Namun Galvian malah meyakinkan Nena, bahwa perempuan itu bisa melakukannya.
"Heh!" Revi menarik tangan Nena. "Bangun Nen, lo keren kok tadi."
Nena nyaris menangis saat mengingat bagaimana gugup dirinya tadi. Seketika dia teringat bagaimana santainya Darga saat harus memimpin meeting seperti tadi. Biasanya laki-laki itu hanya akan menyapa sejenak, duduk di kursi lalu mengatakan apa yang perlu dikatakan.
"Makan yuk Nen, gue udah janjian sama Arfandi, nih!" ajak Revi.
Nena menoleh. "Sorry, Rev, gue nggak bisa. Udah keburu janjian ama temen. Ini aja dia udah telpon tadi."
Revi menghela malas. "Yah, masa gue cuman berdua doang sama Arfandi?"
Nena hanya tertawa. "Ya nggak apa-apa. Kayaknya lo berdua jadi deket ya sekarang?"
Revi manyun. "Kan gue kenalan ama dia juga gara-gara mau bantuin lo move on itu."
Nena tertawa lagi. "Ya udah sih, kalo akhirnya lo yang deket ama dia. Ya nggak apa-apa, kan?" Nena kemudian menepuk bahu Revi. "Gue duluan ya, Rev." pamitnya pergi.
Nena dengan cepat masuk ke lift. Setelah sampai di ruangannya yang sepi, dia membereskan berkas-berkasnya. Lalu ganti mengambil sling bag-nya dan turun ke lobby.
Begitu keluar dari lobby. Sebuah seruan memanggil Nena. Dia menoleh dan mendapati Donny berlarian menghampirinya. Remaja itu masih mengenakan seragam sekolahnya. Meski membiarkan kancingnya terbuka menampilkan kaos berwarna hijau tua sebagai dalaman.
"Donny, sorry ya, buat kalian nunggu lama." ucap Nena tidak enak.
"Nggak apa-apa kok, Mbak. Mas Harsa malah tidur di mobil, tuh." tunjuk Donny pada forthuner Harsa yang terparkir disana.
"Tuh kan, pasti karena kalian nunggunya kelamaan." Nena mendesah.
Donny menarik Nena menuju mobil kakaknya. Beberapa langkah sebelum menuju mobil, Harsa malah datang menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...