.
.
.
Nena tak bisa menyembunyikan kekagetannya setelah beberapa hari kemudian dia mendengar kabar bahwa Clarissa pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Nena yang sedang dalam perjalanan menuju kantor mendapatkan kabar dari Janetta. Wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu sendiri itu menangis dalam telponnya. Janetta mengatakan, dia menemukan Clarissa pingsan di halaman belakang. Kemudian mereka semua membawa Clarissa ke rumah sakit.
Nena segera mengatakan pada supir taksi online yang dinaikinya untuk berganti tujuan menuju rumah sakit. Awalnya si sopir tidak setuju, karena tidak sesuai dengan aplikasi. Nena kemudian berkata akan memberikan bayaran extra. Barulah supir taksi itu mematikan aplikasinya dan mengantarkan Nena ke rumah sakit.
Nena berlarian menuju ruang ICU. Saat itu juga dia langsung teringat dengan kata-kata Clarissa saat mereka bertemu.
"Aku sakit, Nen. Aku leukimia sejak dua tahun yang lalu."
Nena tak bisa menahan air matanya yang mengalir saat teringat kata-kata Clarissa waktu itu. Bahkan sampai saat ini Nena masih menganggap itu hanyalah sebuah candaan. Namun saat mendengar kabar dari Janetta. Nena tak tahu harus bagaimana.
Sesampainya di depan ruang ICU, Nena menemukan semua orang ada disana. Janetta, Galvian dan juga Darga. Hanya si kembar yang tidak terlihat. Jelas kedua adik Darga itu masih berada di sekolah.
Ternyata Clara dan Satria juga ada disana. Bersama Dhania yang sedang menangis sesenggukan. Dhania merupakan sahabat Clarissa sedari kecil. Karena rumah Dhania dan panti asuhan tempat Clarissa tinggal yang begitu dekat, membuat mereka menjadi akrab. Begitu cerita yang Nena dengar.
"Tante," Nena menghampiri Janetta dan memeluk wanita itu yang tengah menangis. "Sebenernya apa yang terjadi, Tante? Kenapa Clarissa—" Nena menggigit bibirnya tak sanggup melanjutkan.
"Sayang," Janetta balas memeluk Nena sambil menangis. "Tante nggak tahu apa yang terjadi. Tadi Tante mau ajak Clarissa belanja. Pas Tante nyari-nyari Clarissa. Clarissa-nya udah pingsan di halaman belakang, sayang."
Nena seolah tak percaya. Meski tangannya masih memeluk Janetta dengan erat. Menenangkan wanita itu. Namun Nena tak bisa mengabaikan Darga yang mematung disana. Kedua tangannya terlipat dengan kepala terkulai di tembok. Wajah laki-laki itu memerah. Kedua matanya bengkak karena terus mengeluarkan air mata.
Nena bangkit berdiri. Perlahan menghampiri Darga. Tangannya sudah bergerak ingin menyentuh bahu laki-laki itu. Namun dia turunkan karena melihat bahu Darga yang terus bergetar.
Nena dan Darga masih mematung di sana. Hingga jeblakan pintu terbuka mengagetkan semua orang yang berada disana.
Seorang dokter dengan pakaian serba hijau keluar dari ruang ICU. Pandangan matanya menatap semua orang yang ada disana.
"Disini ada yang bernama Mas Darga dan Mbak Nena?"
Semua orang terkejut saat mendengar ucapan dokter itu.
"Kalau ada silahkan masuk ke dalam, Clarissa ingin bertemu dengan Mas Darga dan Mbak Nena."
***
Ruangan itu begitu menakutkan bagi Nena. Ditambah dengan bunyi monitor detak jantung yang membuatnya semakin terasa menyeramkan.
Dengan mengenakan baju sterill hijau khas ruang ICU. Nena memasuki ruangan itu. Jantungnya berdebar keras. Kakinya sudah lemas seperti jelly. Ditatapnya Darga yang melangkah di depannya, dengan pakaian yang sama.
Senyum lemah Clarissa menyambut Nena dan Darga di ruangan itu. Darga tak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. Tangannya meremas tangan kecil Clarissa yang dingin. Laki-laki itu roboh di sisi ranjang dengan air mata menderas.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomantizmBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...