.
.
.
Darga membelokkan pajeronya ke basement gedung itu. Memejamkan mata sesaat, lalu bayangan wajah Nena tadi memenuhi kepalanya. Bayang-bayang luka yang ditorehkannya membuat penyesalannya semakin dalam.
Darga mengepalkan tangan erat sebelum memutuskan keluar dari mobil. Naik ke dalam lift menuju lantai 12. Dia hanya bisa berharap jika si bebek sudah sampai di apartemennya.
Darga menghentikan langkahnya di depan unit apartemen Nena. Mengetuknya perlahan, Darga memanggil nama itu lirih.
"Nen, buka Nen! Kita butuh bicara!"
Darga mengetuk beberapa kali. Bell pintu dipencetnya berulang-ulang.
Namun pintu itu tak kunjung terbuka membuat nafasnya terasa sesak. Darga kembali mengetuknya. Dengan tempo perlahan.
"Nen, buka! Gue mohon—" Darga menelan ludah kelu. Nada suaranya ikut bergetar. Lalu tatapannya teralih pada rangkaian tombol di pintu.
Darga bisa saja langsung masuk ke dalam. Karena dia sangat hapal password apartemen si bebek. Dan password itu tak mungkin berubah dalam waktu sekejap. Tapi Darga ingin perempuan itu yang membukakan pintu untuknya. Mempersilahkannya masuk. Lalu dia akan meminta maaf dan menjelaskan. Tapi menunggu sampai subuh pun pintu itu tak kunjung dibuka membuat perasaan Darga teremas kian kuat.
"Nen," nada suara Darga bergetar diikuti matanya yang memerah panas menahan tangis. "Gue mohon."
Darga memejamkan mata. Tangannya menyentuh daun pintu. Nafasnya terasa sesak membayangkan bagaimana perasaan Nena saat ini. Hingga Darga pun mengarahkan tangannya pada tombol di kusen pintu. Memencet beberapa angka yang menjadi kombinasi password pintu apartemen Nena.
Suasana gelap terasa saat Darga membuka pintu. Bola matanya berputar. Mungkinkah Nena belum pulang ke apartemennya. Namun saat Darga mendengar isakan lirih itu dia buru-buru menyalakan lampu.
Pemandangan di hadapannya sungguh membuat hati Darga sakit. Dia menemukan Nena tengah duduk memeluk lutut bersandar pada meja bar. Sling bag-nya tergeletak begitu saja. Sepatu dan pakaiannya masih utuh melapisi tubuh. Suara tangisnya terdengar lirih dan menyiksa.
Nena memandang sekeliling saat suasana tiba-tiba menjadi terang. Lalu saat dia merasakan langkah seseorang mendekat, Nena menoleh. Wajahnya seketika pias begitu melihat siapa sosok yang mendekat. Membuat air matanya menderas saat melihat kedatangan Darga. Seseorang yang menyabik-nyabik perasaannya. Nena memeluk lututnya semakin erat. Menumpahkan sakitnya disana.
"Nen—" memanggil pelan. Darga terus mengayunkan kakinya kesana. Dia tak peduli meski apa yang keluar dari kedua matanya ikut membasahi pipinya.
Nena semakin erat memeluk lututnya. Dia benar-benar tak ingin melihat wajah laki-laki itu disini. Tapi kenapa dia harus datang? Apa Darga ingin memperparah luka hatinya?
"Ngapain lo—dateng kesini?" suara serak Nena terdengar lirih. Dia bahkan tak ingin menatap wajah seseorang yang baru saja menyakitinya itu.
"Nen gue—" Darga merobohkan dirinya di hadapan Nena. Tak dipedulikannya air mata yang menganak sungai di pipi.
Karena hati laki-laki itu ikut hancur bersamaan dengan tangis Nena yang terus terdengar.
"Nen—"
Memanggil nama itu perlahan. Darga mencoba meraih tangan perempuan itu. Namun langsung ditepis kasar oleh Nena. Perempuan itu menatap Darga dengan serpihan luka menganga dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...