.
.
.
Nena menghela nafas panjang. Dia menatap hampa kertas-kertas di hadapannya. Rasanya dia benar-benar tidak nafsu untuk bekerja. Sudah lebih dari empat jam di ruangan ini, tak ada hal bermutu yang bisa dia kerjakan.
Tadi Nena sudah coba mendengarkan musik menggunakan headphone, memainkan game online, makan cemilan. Tapi itu semua tak ada yang membangkitkan gairahnya. Tubuhnya benar-benar tidak berkompromi. Rasanya ingin rebahan saja di kamarnya.
Berbeda sekali dengan seseorang yang berada di ruangan yang sama dengan Nena. Siapa lagi kalau bukan Edwarga Jianno, yang anehnya begitu anteng hari ini. Tanpa keluhan dan omelan dia melahap habis file-file yang disodorkan Nena.
Nena menoleh, menatap Darga yang tampak tenang bekerja. Laki-laki itu menjepit pulpen di atas bibirnya. Dia tanpa sadar memgulum senyum. Kok lucu sih dia?
"Bek, berkas-berkas dari PT. Mahaputra ada di meja lo, kan?" tanya Darga tiba-tiba.
Darga mengernyit saat tak ada jawaban dari Nena. Dia mendongak dan berdecak saat mendapati sekertarisnya itu menidurkan wajah di meja. Bukannya kerja malah molor, ck!
Darga mengambil kertas yang sudah tidak terpakai lalu meremasnya dan melemparkannya ke arah kepala Nena. Dia berdecak saat lemparannya itu tidak berefek. Nena tetap menelungkup di meja. Darga mengulang kembali perbuatannya hingga Nena berjengit kesal.
"Lo apaan sih, Edwarga?!" Nena mengambil remasan kertas itu lalu balas melemparkannya pada Darga. "Kek bocah tau nggak?!"
Darga menghela nafas. Untung kertas-kertas itu tidak ada yang mengenai sasaran. "Salah sendiri tidur! Gue nanya berkas dari PT. Mahaputra dimana?"
Nena ganti berdecak. "Itu depan lo, map warna ijo!" tangannya menunjuk sesuatu di meja Darga. "Baca baik-baik!"
Darga nyengir, "sorry, hehe."
Nena menggeram lalu bangkit menggebrak meja membuat Darga sedikit terlonjak. "Gue pantry dulu! Mau cari amunisi!"
Nena berjalan keluar ruangan meninggalkan Darga yang bengong. Kenapa sih, dia?
Pantry sepi saat Nena sampai disana. Dia segera meraih cangkir dan menyeduh kopi hitam. Berharap cairan pekat ini bisa membangkitkan semangat.
"Eh buset, gue kirain hantu?!"
Teriakan seseorang membuat Nena menolehkan kepala. Dia mendapati Revi menganga kaget.
"Ih, Nen, gue kirain lo hantu tau," ucap Revi.
Nena berdecak menuju meja. "Hantu dari mane? Dari Afrika?!"
Revi cengengesan lalu mengikuti Nena duduk di meja pantry. Perempuan itu mengernyit melihat Nena mengaduk-aduk kopi hitam. "Lo ngantuk atau lagi banyak pikiran?"
"Dua-duanya. Nggak tahu, lemes aja gitu badan gue."
Revi mengangguk-angguk. "Mau cerita masalah lo? Siapa tahu gue bisa bantu."
Nena menatap Revi cukup lama. Dia jadi sadar bahwa selama ini dia cukup tertutup pada orang lain. Bahkan dia tidak punya teman curhat lain selain Hirla. Karena dia emang tidak bisa bercerita pada sembarang orang.
Mengaduk-aduk kopi hitam miliknya Nena menghela nafas. Dia melirik Revi sekilas. "Gue emang lagi bete aja, sih."
"Kenapa?" Revi memiringkan wajah kepo.
"Cowok yang gue taksir--mau married." Nena tersenyum getir. Menyeruput kopi menggunakan sendok.
Revi menganga dia segera merangkul bahu Nena. "Sabar ya Nen, itu berarti lo sama dia bukan jodoh."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...