.
.
.
Hari-hari tanpa Nena seperti hari-hari tanpa tawa bagi Darga. Tidak ada sosok yang membuatnya tersenyum dan tertawa. Tidak ada seseorang yang menjadi sumber energinya dalam menjalani hidup. Membuat hari-harinya terasa suram dan hampa. Dia menatap sekeliling kantin yang ramai. Belasan orang berlalu lalang tapi tidak ada Nena di antara orang-orang itu membuat nafas berat Darga berhembus pelan.
Malam itu setelah Darga pulang dari apartemen Nena. Laki-laki itu langsung mengurung diri di kamar. Menangis semalaman. Menyesali perbuatannya yang sudah menyakiti seseorang yang berarti dalam hidupnya.
Dan hari ini sudah hari ketiga Nena absen di kantor. Darga paham bagaimana watak perempuan itu. Jika dia sudah mengabaikan tanggung jawabnya di kantor. Itu berarti hal yang dialaminya benar-benar buruk. Darga paham akan hal itu. Maka itu dia memberikan mereka waktu untuk menenangkan diri.
"Pak Darga?"
Panggilan seseorang membuat Darga yang sedang melamun di meja kantin menoleh. Bahkan nasi ayam goreng yang sejak setengah jam lalu ada di hadapannya tak tersentuh sama sekali.
Darga mendapati Revi—salah satu teman dekat Nena di kantor mendekatinya. "Ada apa ya Revi?"
Revi memutar bola matanya gugup mendapati raut menyeramakan laki-laki itu. "Anu, Pak, Nena kemana ya? Kok dari kemarin nggak kelihatan?"
"Nena nggak enak badan. Jadi nggak masuk kantor." jawabnya cepat.
Revi mengangguk-angguk lalu cepat-cepat pamit menyingkir. Tak ingin mengganggu boss yang sedang beraura suram.
Bahkan sampai suasana kantin mendadak sepi dan kosong. Darga masih diam disana dengan sepiring ayam goreng yang masih utuh. Hingga tanpa Darga sadari, beberapa ibu kantin di belakang menggosipkannya. Darga masih duduk sendirian disana.
"Dar, cepetan kita ada meeting habis ini! Ih, lo mah lama!" Nena mengerucutkan bibir sebal.
"Sabar elah, meeting di kantor ini." Darga tetap cuek menggigiti ayam goreng di tangannya.
"Tapi kan kita juga harus prepare! Lo mah emang nggak niat!" Nena mengaduk-aduk minumannya kesal.
Diam-diam Darga mengulum senyum saat sosok Nena terus memenuhi isi kepalanya. Bagaimana perempuan itu mampu membuatnya tertawa dengan kelakuan absurdnya. Kebasurdan yang Darga harapakan bisa menamani hari-harinya seumur hidup.
"Nen, gue laper!"
"What, lo laper lagi?! Buset, coba diabsen dulu lo udah makan apa aja tadi!"
"Ehm, apa ya, tadi kan gue makan pempek, terus lontong sayur. Siangnya makan bakso sama lo. Hehe."
"Oh, gitu jadi malkist sama taronya tadi nggak keitung?"
"Ya elah, Nen, itu kan nyemil bukan makan."
"Oh iya, ya, beda ya antara makan sama nyemil. Gue lupa."
Darga tak tahan lagi. Tangannya terkepal erat nyaris memukul meja. Kalau dia tak ingat masih berada di kantin. Menghabiskan minumannya cepat. Darga lalu berlarian meninggalkan kantin. Dia masuk ke ruangannya meraih kunci mobil cepat. Langkahnya terhenti di depan meja Nena yang kosong.
Meja yang biasanya nyaris sama berantakan dengan mejanya kini sepi tak berpenghuni. Membuat hati Darga kembali teremas sakit. Ada belati yang kembali menusuk hatinya. Nenanya. Nenanya terluka karenanya. Kedua mata Darga memerah hingga tanpa sadar sesuatu turun dari sini.
Maafin gue, Nen. Maafin gue. Tolong maafin gue. Lo mau, kan, maafin gue, Nen?
Darga membuka pintu cepat. Melintasi lorong, turun menggunakan lift. Hingga sampai di lobby rautnya tetap suram. Bahkan sapaan Fikri si satpam kantor saja diabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomansaBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...