{45} Did Something Happen...? {45}

1.5K 111 20
                                    

.

.

.

Nena terbangun dengan kepala terasa berat. Mengerang sesaat, dia menatap sekeliling. Ah, dia pasti ada di kamarnya dalam apartemen. Memang dimana lagi. Ah, Nena malas sekali untuk bangun. Rasanya tubuhnya menjadi sangat kedinginan hingga dia memutuskan untuk menarik selimutnya kembali.

Memejamkan mata beberapa saat, Nena meringis saat tiba-tiba alarm ponsel yang selalau dia set berbunyi nyaring. Masih dengan mata terpejam, Nena meraba-raba nakas mengambil benda pipih itu dan mematikannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Batas waktu paling lambat untuk Nena bangun.

Menyibak selimut dengan malas. Dia nenapakkan kakinya di lantai. Menhentak-hentaknya sesekali membuat Nena meringis. Ternyata kakinya masih sedikit nyeri. Meski begitu dia memaksakan diri untuk melangkah ke kamar mandi.

Terseok membuka pintu. Begitu memasuki kamar mandi, yang Nena lakukan justru malah berjongkok memeluk diri sendiri. Ah, kenapa pagi ini begitu dingin? Membuatnya ingin rebahan saja. Nena segera membekap mulut saat perutnya tiba-tiba bergejolak ingin memuntahkan sesuatu di sana.

Dengan cepat Nena memutar kran dan memuntahkan sesuatu disana. Hingga akhirnya cairan bening yang keluar dari mulutnya larut pergi. Berusaha mengatur nafas yang tersengal-sengal. Nena memejamkan mata dengan tangan bertumpu pada wastafel.

Beberapa saat kemudian Nena akhirnya bisa meninggalkan kamar mandi meski dengan wajah pucat dan langkah terseok. Membuka almari dan mengenakan baju cepat. Nena kembali merebahkan diri untuk beberapa saat. Menyentuh keningnya perlahan. Badannya sedikit demam. Kepalanya pusing dan perutnya mual.

Setelah berfikir sejenak akhirnya Nena memutuskan untuk bangkit. Dia harus tetap bekerja hari ini. Pagi ini masih hari Rabu. Tidak ada alasan untuk bolos.

Dengan semangat membara. Nena abaikan rasa pusing dan mual. Membuka kembali almari, dia segera mengeluarkan kemeja dan blazer. Lalu segera berdandan. Mengucir rambutnya cepat. Nena berpose genit di depan cermin lalu tertawa.

Sesampainya di kantor, Nena langsung melesat ke ruangannya. Menarik lesu kursinya, kemudian dia tatap jam dinding di atas. Masih jam sembilan pagi.

Menghela nafas kembali Nena akhirnya menidurkan kepala di meja. Kepalanya tiba-tiba berat dan berputar membuat Nena memejamkan mata. Ah, dia sebenarnya kenapa? Haruskah dia memeriksakan diri ke dokter?

Tapi Nena takut mendengar sesuatu hal yang tak ingin dia dengar. Nena tidak tahu apa yang terjadi. Hingga dia merasakan tangan seseorang menyentuh kepalanya.

Nena mengerjap perlahan hingga dia mampu melihat bayangan seseorang di hadapannya. Orang itu tinggi dengan wangi parfum yang sudah dihafalnya. Edwarga Jianno.

“Lo sakit, Nen? Muka lo pucet gitu?”
Darga tak bisa menutupi keheranannya saat baru saja dia membuka pintu ruang kerjanya. Dia mendapati Nena tengah tertidur di meja kerja perempuan itu. “Lo beneran sakit?” Darga merangkum kedua pipi Nena dengan kedua tangan. Menatap perempuan itu dalam-dalam.

Nena mengerjap menatap Darga. Segera saja dia turunkan kedua tangan laki-laki itu dari wajahnya. Lalu dia tersenyum tipis. “Gue nggak apa-apa kok, Dar. Tadi pagi cuma pusing aja pas bangun.”

Darga masih menatap Nena tak yakin. “Lo yakin?” Nena mengangguk. “Kalo lo sakit mending istirahat aja, Bek.” ujarnya sembari berjalan ke arah meja.

Nena menggeleng. “Gue nggak apa-apa.”
Mungkin Nena bisa berkata jika dirinya tidak apa-apa. Tapi tubuhnya seolah berkata lain. Karena sejak beberapa saat yang lalu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Perutnya mual membuatnya harus berkali-kali menutup mulut.

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang