{44} Back to Reality {44}

1.6K 114 23
                                    

.

.

.

Nena membereskan berkas-berkasnya saat waktu hampir menunjuk pukul 12 siang. Sungguh sebuah anugrah bagi pekerja kantor seperti dirinya bertemu jam makan siang begini.

"Nen, lo mau lunch dimana?"

Sebuah suara mengagetkan Nena membuat perempuan itu menoleh. Dia mendapati Darga tengah membereskan berkas-berkas dan laptopnya. Laki-laki itu menatapnya sejenak.

"Nggak tahu, gue udah janjian sama Revi sih tadi." Nena mengedik. "Paling kantin. Mau keluar juga males, panas gini."

Darga hanya mengangguk. Lalu berjalan keluar dari meja menghampiri Nena sejenak.

"Lo sendiri mau lunch dimana, Dar?" tanya Nena tersenyum pada laki-laki itu.

"Paling gue balik kayaknya." Darga mengedik cuek.

Nena mengangguk paham. Balik artinya Darga akan pulang dan makan siang di rumah bersama Clarissa. Nena tersenyum tipis.

"Balik kantor nggak?"

Darga mengedik. "Entar kalo sampe jam tiga gue nggak balik. Berarti gue ketiduran di rumah."

Nena mengangguk paham. "Oke."

Setelahnya Darga melambai dan meninggalkan ruang kerjanya begitu saja. Nena kemudian mengambil ponsel dan dompet. Ikut meninggalkan ruangan.

Sudah lebih dari satu bulan sejak peristiwa Nena terjatuh dari tangga. Hari demi hari kondisi Nena semakin membaik. Meski sekarang ini dia sedikit trauma mengenakan stillleto dan memilih mengenakan flatshoes yang sangat kontras dengan setelan kantor yang biasa dikenakannya. Tapi ya sudahlah, Nena tak begitu peduli.

Setelah hampir dua minggu Nena tinggal di rumah Darga. Perempuan itu bisa lega saat beberapa hari yang lalu Janetta mengizinkannya kembali ke apartemen. Kakinya sudah tidak begitu sakit. Meski terkadang masih terasanya nyeri jika digunakan berjalan dengan cepat.

Nena tentu senang karena itu berarti dia tak akan merepotkan keluarga Darga lagi. Meski semua orang di rumah itu—termasuk Clarissa bersikap baik padanya. Nena tetap sungkan. Dia tentu tidak mau merepotkan orang.

Lucunya, si kembar menangis saat Nena akan pulang ke apartemen. Mereka meminta Nena untuk tinggal lebih lama. Untungnya Nena berjanji mengajak jalan mereka saat weekend. Tapi sepertinya si kembar sudah lupa dengan janji itu karena mereka sudah kembali masuk sekolah.

Kantin begitu ramai saat Nena memasukinya. Dia segera mencari sosok Revi. Beruntungnya perempuan dengan rambut sebahu itu tengah berduaan dengan Arfandi di meja pojok. Dengan senyum jahil, Nena mengagetkan mereka berdua.

"Hayo loh!!! Ngapain berduaan?!" Nena datang menggebrak meja membuat dua orang itu melotot kaget.

"Anjir! Lo ngagetin gue goblok!" Arfandi mengumpat sembari mengelus dada. Nena terkikik geli.

Sedangkan Revi melotot kaget. Namun segera memeluk Nena dengan erat.

"Nena! Ih, gue kangen, hampir sebulan lo absen!" Revi lalu menggeret Nena untuk duduk di sampingnya.

"Sama! Gue juga kangen sama lo, Rev!"

"Lo kemana aja sih? Sebulanan ngilang?!"

Nena tersenyum kecil. "Gue selama pemulihan tinggal sama Tante gue di Depok. Jadi ya gitu—gue di rumah aja kan gue masih sakit." dustanya.

Tentu saja Nena harus sedikit mengarang tentang keberadaannya. Dia tak mungkin jujur jika selama pemulihan itu dia tinggal di rumah Darga. Jika hal itu sampai menyebar. Bisa empuk Nena menjadi bahan gossip seisi gedung ini. Untung yang tahu soal itu cuma dirinya dan Darga.

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang