.
.
.
Darga menutup pintu dan tinggallah mereka berdua disana. Suasana dalam ruangan itu menjadi sunyi setelah Darga menutup pintu. Laki-laki itu berjalan mematikan lampu utama. Lalu beralih menyalakan lampu tidur yang ada di atas ranjang pasien.
Nena menahan nafasnya saat wajah Darga berada di atasnya. Tangan laki-laki itu terulur menyalakan lampu. Membuat suasana kamar menjadi remang-remang.
"Tidur Bek, udah malem!"
Nena hanya mengangguk dalam diamnya. Diam-diam mengikuti langkah Darga menuju sofa. Laki-laki itu lalu berbaring di sofa dengan satu kaki menjuntai ke atas meja. Darga mengeluarkan ponsel dan memasang earphone, siap dengan game yang menanti. Nena sudah hafal itu.
Nena lebih memilih mengabaikan Darga dan tidur memunggungi laki-laki itu. Meraba dadanya. Dia tahu ada yang salah di dalam sini. Karena sampai sekarang, jantungnya masih senang berdegup keras ketika berdekatan dengan laki-laki itu. Kenapa? Padahal selama ini, dia sudah menahannya. Tapi—ah, dia tahu segala hal ini memang tak mudah.
Merasa belum mengantuk, Nena mendongakkan wajah mencari-cari tasnya. Dia ingin mengecek ponsel sejenak. Meraba-raba dalam gelap, tangannya malah menyambar gelas membuat gelas itu terjatuh dan pecah menimbulkan dencingan berisik di tengah kesunyian meraka.
Darga terkesiap bangkit mendengar suara barang pecah. Mendesah pelan dia meletakkan ponselnya dan bangkit. Tangannya terulur menyalakan lampu utama membuat suasana kembali terang benderang.
Bola mata Darga membulat saat melihat pecahan kaca berserakan di dekat kaki ranjang. Dia menatap Nena. "Kok bisa pecah?"
Nena menggigit bibir, sedikit takut dengan raut seram Darga. "Sorry—tadi gue mau ambil tas tapi malah nyambar gelas—jadinya pecah."
Darga hanya berdecak. Lalu pelan-pelan memunguti pecahan gelas di bawah. Dia mengambil kantong plastik dan memasukkan pecahan kaca itu disana. Lalu membuang beserta plastiknya ke tong sampah.
Darga kemudian kembali ke hadapan Nena. Mengamati perempuan itu lekat-lekat. Hatinya sakit saat melihat perban yang membebat kepala Nena. Juga infus yang tertancap membuat perasaan bersalah kembali menyerang. Nena seperti ini karena dirinya!
Darga menghela nafas panjang. m
Mengambilkan sling bag Nena di atas nakas. Dia lalu mengulurkannya pada si pemilik."Lo punya mulut, kan? Bisa digunain buat minta tolong, kan?"
Nena memeluk sling bag-nya. Mengalihkan tatapan dari Darga. Rasanya dia tak bisa menatap laki-laki itu terlalu lama. "Maafin gue."
Darga tak menjawab. Dia kembali mematikan lampu, kembali ke sofa dan berbaring disana. Ingin kembali memakai earphone tapi matanya malah tertuju ke arah Nena.
Nena masih memeluk sling bag-nya saat sudah tidak ada lagi suara di antara mereka. Tak berani menilik ke arah Darga. Nena berharap laki-laki itu sudah tidur. Dia membuka tasnya dan mengambil ponsel dari sana. Begitu membuka benda digital itu. Nena cukup terkejut melihat banyak missed call dan chat dari Harsa.
Ah, benar tadi mereka ada janji untuk makan siang bersama. Tapi gagal karena dirinya mendapat musibah. Nena mencari kontak Harsa dan segera men-dial nomor laki-laki itu. Menempelkan ponsel ke telinga. Tak butuh waktu lama hingga panggilannya tersambung. Suara berat Harsa langsung terdengar.
"Hallo Nen, lo kemana aja?! Gue udah nunggu di depan kantor lo tadi. Tapi lo nggak keluar-keluar."
Nena mendesah merasa bersalah pada laki-laki itu. "Sorry Sya, gue nggak maksud nggak ngabarin atau gimana. Cuman tadi gue jatoh dari tangga. Jadi, sorry kalo gue bikin lo nunggu lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...