.
.
.
"Mau ngapain lo disini?" suaranya terdengar lirih.
Darga membalikkan tubuhnya saat suara yang begitu dirindukannya terdengar mengalun. Perasaan dalam hatinya tak bisa digambarkan saat melihat sosok itu kembali. Sedih, senang, lega, bercampur menjadi satu. Membuat kedua matanya memanas.
Sosok yang membuat Darga nyaris gila karena tiba-tiba menghilang begitu saja. Membuat hatinya pedih bagai disayat sembilu. Dia beruntung tadi datang saat Marlo mengajak mereka lunch bersama. Di sana Arroyan keceplosan mengatakan bahwa Nena menginap di rumahnya. Membuat Darga bergegas datang kemari. Dan benar saja, sekarang bebek kesayangannya berada di depan matanya.
"Nen," suara Darga terdengar bergetar. Raut wajah laki-laki itu kacau dan pucat. Lingkar hitam melingkari kedua matanya.
Darga memajukan langkahnya berusaha menjangkau perempuan itu. Tapi di saat bersamaan Nena malah memundurkan langkahnya. Luka hatinya kembali menganga saat melihat laki-laki itu. Namun di saat bersamaan kepalanya dipenuhi oleh segala sesuatu tentang laki-laki itu—yang begitu disukainya. Segala hal yang telah mereka lalui bersama. Membekas dalam ingatan.
Nena memaksakan kakinya untuk melangkah meninggalkan laki-laki itu. Tapi di saat bersamaan Darga juga mengejarnya. Membuat laki-laki itu memerangkapnya ke dalam pelukan. Darga melingkarkan kedua tangannya di bahu dan perut Nena.
"Jangan lari," lirih Darga. "Jangan lari dari gue, please." Suaranya bergetar diikuti dengan sesuatu yang membasahi bahu Nena.
Nena menggigit bibirnya menahan air mata, saat sakit itu begitu terasa dalam hatinya. Tapi di saat bersamaan marching band dalam hatinya kembali menunjukkan eksistensi. Karena berada di dekat laki-laki itu membuat jantungnya hilang kendali. Berdetak begitu cepat. Mengingatkan Nena bahwa dia masih mencintai laki-laki itu. Teramat dalam.
"Lepasin gue," Nena meronta pelan. Tapi Darga mendekapnya begitu kuat.
Darga menggeleng. "Gue nggak akan ngelepasin lo. Sebelum lo mau memaafkan gue."
Nena memalingkan wajah. Mengusap air matanya yang nyaris jatuh. "Nggak ada yang perlu dimaafin." dia mengepalkan tangannya di bawah. "Jadi, bisa lepasin gue sekarang nggak?"
Darga sama sekali tak mengerti kenapa Nena berkata seperti apa. Padahal laki-laki itu sudah menyakitinya. Membuat Nena menangis. Membuat Darga menyesal setengah mati.
Perlahan-lahan kedua tangan Darga turun dari bahu dan perut Nena. Membuat perempuan itu bebas. Nena segera membalikkan badannya menatap Darga lurus-lurus.
Nena mengabaikan apapun yang memenuhi hatinya sekarang. Dia menatap Darga secara lugas. Mengabaikan jika dia juga rindu pada laki-laki itu.
"Nggak ada yang perlu dimaafkan, Dar. Nggak ada." ucapnya dengan suara bergetar. "Karena sejak awal gue yang salah bukan lo."
Darga mengerjap tidak mengerti. Benar-benar tidak mengerti. Maka, Darga mencengkram bahu Nena dengan kuat. "Apa maksudnya, Nen? Apa maksudnya lo ngomong gitu? Jelasin ke gue, please!"
Nena melepaskan tangan Darga dari bahunya. Lalu tersenyum di tengah raut sedihnya. Namun senyum Nena itu malah membuat hatinya semakin perih karena senyum yang terukir itu adalah senyum kepedihan.
"Bilang Nen! Apa maksud lo?" Darga menarik tangan Nena. Membuat kedua mata mereka kembali bertemu. Nena kembali tersenyum pedih.
"Karena gue seharusnya tahu, bahwa hati lo itu udah ada yang mengisi. Nggak ada tempat buat orang lain lagi. Iya kan, Dar?" Nena tersenyum. "Lo masih mencintai Clarissa, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomansaBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...