{54} Letter From Her {54}

1.7K 111 15
                                    

.

.

.

Acara pemakaman Clarissa berjalan lancar. Orang-orang yang ikut menghantarkan langsung berpamitan ketika acara selesai. Nena mendudukkan diri di kursi samping Clara dan Hirla. Suasana sudah mulai sepi hanya tinggal beberapa kerabat yang sedang berbincang dengan Janetta dan Galvian. Satria dan teman-temannya juga sedang mengobrol di ujung sana.

Namun Nena tahu bahwa dia tak bisa mengalihkan pandangannya dari laki-laki itu. Nena bersyukur bahwa Darga tak lagi histeris saat prosesi pemakaman berlangsung. Namun sejak acara dimulai, hingga orang di sekelilingnya bubar jalan. Darga belum beranjak disana. Terus meratapi gundukan tanah di hadapannya.

"Nena!"

Suara seseorang membuat Nena menoleh. Dia tersenyum mendapati Revi, Arfandi, Rudian dan beberapa orang-orang kantor menghampirinya.

"Nen! Sumpah, Nen! Gue baru denger kabarnya tadi siang." Revi mendudukkan diri di samping Nena dan berbisik.

Arfandi dan Rudian juga mendekati Nena. Menanyakan kejelasan kabar duka ini. Nena hanya menjelaskan singkat kepada mereka. Rombongan Revi kemudian pamit setelah mengucapkan belasungkawa pada Darga dan keluarga.

Arroyan menghampiri Hirla. "Sayang, mau pulang jam berapa?"

Hirla melirik jam tangan suaminya. "Ya udah sekarang aja. Nggak enak ninggalin Gatra lama-lama." Dia lalu menatap Nena. "Nen, kayaknya gue nanti nggak bisa dateng ke acara tahlilan. Jadi biar Oyan aja yang dateng."

Nena mengangguk maklum. Tentu Hirla tak ingin meninggalkan anaknya yang masih bayi terlalu lama. "Iya Hir, nggak apa-apa kok."

"Nen, lo gimana? Mau bareng kita lagi atau—" Arroyan ganti bertanya.

Nena buru-buru menggeleng. "Nggak kok, Yan. Gue mau stay aja, nemenin si kembar."

Arroyan dan Hirla mengangguk lalu berpamitan. Setelah Arroyan dan Hirla pergi. Gantilah Satria yang datang. Laki-laki itu tentu menghampiri istrinya.

"Papa, Mama sama Zahra mau pulang dulu. Marlo, Irina sama Arbin juga udah balik. Kita gimana?" tanya Satria.

Clara bangkit cepat. "Pulang juga, dong. Aku mau ngecek anak-anak dulu."

"Eh Sat," Nena mengejar Satria dan Clara. "Gue nebeng lo, balik ke tempat Tante Je, dong. Gue mau nemenin si kembar."

Satria mengangguk. Nena mengikuti langkah Satria dan Clara keluar dari area pemakaman. Namun tatapannya kembali ke arah punggung laki-laki yang sedari tadi tak beranjak seinci pun dari tempatnya itu.

Satria menghela. "Lo nggak usah khawatirin Darga. Ada Tante Je sama Om Gal disana."

Nena hanya mengangguk.

***

Malamnya acara tahlilan digelar dari pukul 7 hingga pukul 9. Banyak tamu yang datang untuk mendoakan Clarissa. Termasuk anak-anak panti dari tempat Clarissa dibesarkan datang bersama Bunda Rima. Juga beberapa kerabat Janetta dan Galvian. Serta teman-teman Darga juga turut datang di acara tahlilan.

Nena melirik jam tangannya. Sudah hampir pukul 11 malam. Dari selesai acara pemakaman sore tadi hingga malam harinya. Dia belum sempet pulang ke apartemen. Nena bahkan mandi dan meminjam baju Vasha.

Suasana di rumah Darga sudah mulai sepi. Teman-temannya yang lain juga sudah pulang. Satria dan Clara juga buru-buru pulang karena Osca sudah rewel.

Nena bersyukur karena sepanjang malam ini Darga sudah terlihat baik-baik saja. Bahkan sepanjang acara tahlilan tadi, dia juga ikut duduk disini didampingi teman-temannya. Sudah merespon dengan baik saat diajak berbicara. Meski Nena beberapa kali mendapati Darga melamun. Namun dia berharap laki-laki itu akan pulih kembali dalam waktu singkat.

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang