{81} Her Brother {81}

676 42 2
                                    

.

.

.

Nena merebahkan dirinya di ranjang kamarnya. Menatap penjuru ruangan yang tak berubah meski dia tinggalkan begitu lama. Menarik nafas panjang. Nena nyaris tertidur saat suara ketukan itu terdengar mengagetkannya. Dia tersenyum saat melihat kepala Darga menyembul disana. Segera saja Nena bangkit dan menarik Darga untuk duduk di ranjangnya.

Darga malah langsung tertawa saat melihat banyak foto Nena saat remaja tertempel disana. Nena yang melihat Darga tertawa segera meraih wajah laki-laki itu, bibirnya mengerucut imut.

“Jangan diliatin ih, aku dulu alay!” protes Nena.

Darga malah semakin tertawa. “Kamu lucu tahu, Love. Apalagi yang itu, tuh!” tunjuknya pada foto Nena yang tengah mengerucutkan bibirnya. Rambut panjangnya digelung menjadi dua.

Darga lalu menatap Nena. Menyuarakan kebingungan di kepalanya. “Yang di bawah itu—mama kamu? Bukannya kamu bilang mama kamu udah—“

Nena menghela nafas. Lupa menjelaskan hal yang satu ini kepada Darga. “Kamu tahu kan, Dar, ada istilah step mother di dunia ini. Dan Mama Anjani adalah—thats one, my step mother.” Nena kembali menghela. “Dan cowok yang peluk aku tadi itu Ronny. Anak kandungnya Mama Anjani. Umurnya dua tahun di atasku.”

Darga hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan Nena.
“Jadi papa-mamaku cerai pas aku kelas 5, Dar. Setahun kemudian Papa nikah lagi sama Mama Anjani. Katanya mereka dulu temen lama, apa gitu. Aku nggak paham. Awalnya aku ikut Mama. Tapi semenjak Mama pergi pas aku SMP, aku langsung dibawa Papa. Ya gitulah pokoknya.”

Darga segera memeluk Nena. Memberi kenyamanan untuk calon istrinya itu. Pasti bukanlah hal mudah untuk menceritakan semua itu, meski dengannya sekalipun. “Jangan sedih, Love. Jangan sedih lagi. Ada aku disini.”

Nena baru saja akan membalas pelukan Darga. Namun dia malah mendongak dan memeriksa tubuh Darga di berbagai sisi. Membuat Darga berkerut heran. “Eh, kamu nggak diapa-apain sama Ronny kan, Dar?”

Darga menatap heran lalu menggeleng. “Enggak. Aku bahkan mulai ngobrol tadi sama kakak kamu.” Nena menghembus lega. Membuat Darga lagi-lagi heran. "Emang kenapa sih, Love?"

“Ronny itu jahilnya amit-amit, Dar.” jelas Nena. “Itu juga yang bikin aku males pulang. Males dijahilin Ronny.”

“Jadi bener yang dibilang Papa kamu tadi. Kalau kamu jarang pulang?”

Nena mengangguk kecil. “Males aja. Aku—bukannya benci sama Mama Anjani sama Ronny. Tapi, kayak—“ Nena tampak sulit menjelaskan. “Rasa sebel itu masih ada, Dar. Dan aku selalu mikir kalau Mama Anjani dan Ronny itu ngerebut Papa dari aku.”

Darga mengangguk-angguk. Tak berkomentar apapun. Karena dia tak tahu bagaimana perasaan Nena waktu itu. Dia hanya mampu memeluk Nena. Memberi kenyamanan untuk perempuan itu. Kenyamanan yang Darga berikan membuat Nena bisa tersenyum kembali.

“Tapi sekarang aku nggak bakal sedih lagi, Dar.” dia mendongak. “Kan aku udah punya kamu. Dan seterusnya bakal sama kamu."

“Iya, Love.” Darga mengelus bahu Nena lalu mengecup keningnya sekilas.

Hingga suara dehaman itu mengagetkan keduanya. Membuat Darga dan Nena segera menjauhkan diri. Nena mendengus malas mendapati Ronny bersandar di pintu. Masih lengakap dengan koko putih dan sarung hijaunya.

"Sorry ya, rumah ini bukan panti pijat plus-plus! Jadi jangan mesuman disini, oke!” Ronny menyindir tajam.

“Syirik aja lo, Ron! Pergi sono! Jangan ganggu gue sama calon laki gue!"

You Make Me BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang