.
.
.
"Lo dateng kan, Nen?"
Sebaris pertanyaan Hirla itu membuat Nena mendongak. Menatap wajah sang teman dari panggilan video yang sedang terhubung. Nena mengedik malas.
"Kalau gue nggak dateng. Entar Tante Je, kecewa lagi sama gue."
Hirla mengangguk. "Mau dateng jam berapa? Biar gue jemput sekalian."
Nena mengusap dagunya yang belepotan terkena noda kuah mie. Ngomong-ngomong, Nena sedang memakan mie ayam. Setelah seharian ini melakukan hal-hal membosankan seperti menonton tv, rebahan bermain ponsel, dan membaca novel. Lalu beberapa menit yang lalu, dia berlarian ke bawah menemui driver ojol, yang mengantarkan pesanan mie ayamnya dan ayam bakar yang dia simpan di kulkas. Niatnya sih untuk makan malam.
"Nggak usahlah, Hir. Gue bisa berangkat sendiri kok."
"Nggak apa-apa Nen, sekalian jalan." bujuk Hirla.
"Liat entar aja deh, Hir. Semisal gue nggak nemu ojol atau taksi online. Gue nebeng lo."
Hirla hanya tersenyum. "Eh, Nen udahan ya, mau siap-siap dulu. Kabarin aja ya nanti."
Nena mengangguk lalu melambaikan tangan. Setelahnya dia meneguk air dinginnya. Lalu membereskan mangkok ke bak cucian piring.
Menghempaskan diri di sofa. Nena menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam sore. Acara di rumah Darga masih pukul tujuh malam. Berarti dia punya waktu untuk siap-siap lumayan lama.
Pukul enam sore, Nena sudah rapi. Dia mengenakan jeans panjang dan kemeja putih lengan panjang. Tak lupa membawa kerudung panjang berwarna senada.
Setelah mengunci apartemennya Nena segera masuk lift dan turun. Dia menggulir layar ponsel segera memesan ojek atau taksi online. Dia maju beberapa langkah menatap jalanan. Nena mundur perlahan saat sebuah forthuner putih berhenti di hadapannya.
Nena mengedip kaget saat seseorang di dalan membuka jendela mobil. Orang itu tersenyum pada Nena.
"Butuh taksi, Neng?" canda Harsa.
Nena mengerjap lalu tertawa. Dia mendekat ke arah jendela mobil. "Kok lo bisa ada disini sih, Sya?"
"Gue habis meeting sama orang di deket-deket sini. Terus ngeliat lo kok celingak-celinguk di pinggir jalan. Jadi gue samperin aja." Harsa tersenyum. "Jadi lo mau kemana? Yuk, gue anter!"
Nena langsung mengangguk. Dia bahkan segera masuk ke dalam mobil Harsa. "Sebenarnya gue mau ke acara pengajian temen. Lo mau ngaterin, kan?"
"Mau dong. Jadi acaranya dimana?"
Nena menunjukkan alamat rumah Darga dengan google maps-nya. Laki-laki itu mengangguk. Lalu segera memutar kemudinya.
"Oh iya Nen, tiket sama semua akomodasinya udah gue urus, lho. Kita jadinya berangkat minggu depan." ucap Harsa.
Nena menoleh dan tersenyum. "Oke Sya, entar biar gue langsung minta cuti boss gue." Harsa mengangguk.
Tak lama kemudian suara getar ponsel berbunyi di antara mereka. Nena meringis, dia lupa memberitahu Hirla jika dia tidak jadi berangkat bersama temannya itu.
"Hallo, Hir. Sorry, gue nggak jadi bareng lo. Iya, ini gue udah nebeng temen soalnya. Oke, bye." Nena menurunkan ponselnya meringis pada Harsa. "Gue lupa ngabarin temen gue, kalo udah dapet tebengan, hehe."
Harsa hanya tertawa. Bersamaan dengan itu bunyi ponsel yang berbeda kembali terdengar. Laki-laki itu meringis. "Sekarang malah hape gue yang bunyi."
Nena hanya tertawa. Harsa meraih earphonenya dan mengangkat panggilan itu. "Hallo, Don? Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You Make Me Better
RomanceBagi seorang Edwarga Jianno Leon, Chikita Yerina tak lebih dari seorang sekertaris dan assisten yang bisa diandalkan. Namun hari-hari yang mereka habiskan bersama membuat Darga menyadari jika kehadiran Nena memiliki makna lebih dari itu. "Salahnya...