11. Dejavu

120 10 0
                                    

£

sebelum baca jangan lupa 'tap bintangnya gess'

*

"Jika hatimu banyak merasakan sakit, maka belajarlah dari rasa sakit itu untuk tidak membiarkan orang lain merasakan hal yang sama"

*

Terang matahari telah berganti dengan temaram bulan. Suasana yang tadinya ramai serta menyesakkan kini telah digantikan dengan kesunyian namun menenangkan.

Hendery mendudukkan dirinya di tepi ranjang, pandangannya fokus pada langit-langit kamarnya. Sesekali helaan nafas kasar ia keluarkan.

"Moon?.. seperti tidak asing, dimana aku pernah mendengarnya?" Hendery memijit pelipisnya pasrah.

Marga yang Renjun miliki mengingatkan dirinya pada seseorang yang ia pun tak ingat dengan jelas siapa orang itu.

Sekuat apapun ia mencoba mengingatnya, tetap ia tidak bisa menciptakan kembali scenario itu.

Apakah ia sekarang sedang dilanda dejavu?

"siapa dia? apa ada hubungannya dengan Appa dan Eomma?" bergumam dan terus bergumam berharap potongan ingatannya pada marga itu kembali.

Bangkit dari duduknya, Hendery mencoba melupakan sejenak perihal ini. Kakinya melangkah menuju dapur, ia harus memasak untuk makan malamnya bersama sang adik.

Tangannya dengan lihai memilih bahan makanan yang akan di masaknya malam ini. Dirinya akan membuat sebuah masakan yang sekiranya cukup sebagai penggajal perutnya dan adiknya untuk malam ini.

Setengah jam berlalu, masakan sederhana nya sudah siap. Hanya sebuah omelet dan Soup daging. Syukurnya kemarin ia sempat membeli daging. Saatnya memanggil sang adik untuk makan malam bersama.

Suara teriakan Hendery membuat Haechan tersentak dari tidurnya. Haechan melangkah dengan lunglai menuju dapur. Matanya masih setengah terpejam, jika bukan karena lapar ia tidak ingin bangkit dari kasurnya.

Hendery hanya menggeleng melihat kelakuan adiknya itu. Lucu menurutnya.

£


"tidak.. kumohon ma..maafkan.. aku" suara tangis dan isakan pilu itu tidak diindahkan.

Seorang pemuda tampan nan angkuh itu terus membuat pemuda manis di depannya semakin meringkuk melindungi tubuhnya sendiri.

Pukulan demi pukulan tubuhnya dapati. Tidak jarang juga sebuah tendangan mendarat mulus di bagian perutnya. Tangan mungilnya senantiasa memeluk perutnya.

Darah segar mengalir di sudut bibirnya, menambah kesan menyedihkan pada dirinya. Rintihan sakit dan permintaan ampun yang dikeluarkannya sudah tidak ada gunanya lagi.

Kedua pemuda yang tengah menyiksanya itu seperti kesetanan. Seolah dengan memukulinya, kedua orang itu akan selamat dari sebuah bahaya. Seperti mereka sedang melindungi diri ketika bertahan di alam bebas. Padahal mereka sebenarnya hanya memperoleh kepuasan dari kegiatan mereka.

"maaf.. maaf.. maaf.. " isakan tangisnya semakin menjadi karena rasa sakit yang didapatkannya juga semakin menggila.

Setelah puas melihat wajah penuh lebaran itu, kedua pelaku pemukulan itu tersenyum puas dan berhenti.

Salah satu dari mereka berjalan mendekati pemuda manis yang tengah meringkuk kesakitan itu, berjongkok tepat didepannya dengan tangan yang menarik kerah bajunya.

"kau pikir kau akan aman sekolah disini huh?
tanyanya dengan nada angkuh.

"maaf.. " gumaman penuh penyesalan itu dibalas decakan sombong oleh lelaki yang berdiri agak jauh dari mereka yang terduduk di lantai.

Menghempaskan tubuh itu lalu mereka berdua pergi meninggalkan gudang sekolah ini. Menyisakan suara isakan tangis yang perlahan memudar. Pemuda manis itu menjambak rambutnya sendiri berharap bisa menghilangkan rasa sakitnya. Namun, bukannya hilang rasa sakit yang dimilikinya tapi malah ditambah dengan rasa sakit yang baru.

"ecan salah apa? ecan tak mengganggu mereka tapi mereka..?" pemuda itu bergumam seorang diri di dalam ruangan itu.

Suara bel pertanda jam istirahat selesai tidak diindahkan oleh pemuda manis itu, dirinya memilih meringkuk di dinginnya lantai. Kembali ke kelas pun ia seperti tidak memiliki tenaga. Tubuhnya sangat lelah dan sakit.

"maaf kak Dery, ecan janji hanya kali ini saja ecan bolos"

Mendempetkan tubuhnya pada dinding dengan tangan memeluk perutnya. Matanya mulai terkulai karena kelelahan. Entah berapa lama tubuh itu sudah mulai diambang kesadaran. Mencari titik kebahagiaan di alam mimpinya, berharap semua rasa sakitnya dapat digantikan oleh mimpi indah yang diharapkan oleh kebanyakan orang diluaran sana.



TBC..

*

"kita mana tau bagaimana kehidupan kita berjalan, tapi kita tahu bagaimana kehidupan kita berlalu"

*
*

My Problem and Our ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang