42. Kang Saewon

195 11 0
                                    


🗿ᮢᮡᮣᮁᮀᮂ

Sebelum baca jangan lupa Vote and Comment,
yang mau ngasih ide juga boleh...

°°°°°°

Kalau ada yang mau memperbaiki beberapa kalimat yang rasanya kurang cocok juga boleh..

So.. selamat membaca~

£


Cuaca siang ini sudah sedikit mendung. Haechan dan kedua anaknya sekarang sudah berada di depan pintu apartemen. Beberapa saat yang lalu Haechan mengajak Chenle dan Mingrui untuk berbelanja di luar. Tidak banyak barang yang mereka beli, hanya berupa makanan ringan dan beberapa cup es krim sebagai koleksi untuk hari besok.

"KAMI PULANG" suara melengking Haechan mengagetkan Hendery yang sedang menonton televisi di ruang tengah.

"tidak perlu berteriak, suaramu mengacaukan telingaku" jengah Hendery.

Haechan berjalan masuk mendekati Hendery di ikuti oleh Chenle dan Mingrui di belakangnya sambil membawa sebuah plastik belanjaan mereka di tangan masing-masing.

"kalian berbelanja?" tanya Hendery menyerngitkan dahinya.

"iya, sedikit cemilan untuk mereka" jawab Haechan, Hendery memicingkan matanya menatap sang adik.

"Lele dan Mingrui taruh dulu makanannya di kulkas dan langsung bersihkan badan kalian setelah itu kita akan makan siang" kedua anak kembar itu mengangguk menuruti perkataan Hendery.

Chenle memimpin jalan menuju ke dapur, Mingrui mengikuti langkah Chenle.

Setelah kepergian Chenle dan Mingrui ke dapur Hendery mendekati sang adik. Hendery menempatkan dirinya untuk duduk di sebelah Haechan.

"kau demam?" telapak tangan Hendery mendarat di kening Haechan.

"kau gila kak?" protes Haechan menjauhkan tangan Hendery dari wajahnya.

"tidak" jawab Hendery acuh.

"cihh menyebalkan" d3ngus Haechan penuh kekesalan.

"Chan?"

"ummm?"

"Chann?"

"apa?"

"Cha-"

"bicara yang jelas" bentak Haechan kesal sambil menepuk kepala Hendery.

"kasar sekali" protes Hendery mengelus kepalanya.

"makanya kalau mau bicara itu yang jelas jangan membuat emosi"

Haechan mendengus lalu beranjak pergi dari ruang tengah.

"kenapa ecan mau menjemput mereka? tidak seperti biasanya?" pertanyaan Hendery mampu menghentikan langkah Haechan yang sudah hampir mendekati pintu kamarnya.

Haechan berbalik lalu kembali duduk di sebelah Hendery.

Kepalanya menunduk dan tangannya saling bertautan.

"kak.. " Hendery diam menunggu Haechan menyelesaikan kalimatnya.

"sebenarnya tadi sebelah ecan pergi, ecan mendapatkan mimpi aneh" Hendery memposisikan tubuhnya menghadap Haechan total "mimpi?” Haechan mengangguk.

"diamlah akan ecan ceritakan" Hendery mengangguk patuh.

"di mimpi itu Mark datang ke sini berniat mengambil Chenle dan Mingrui, dan di mimpi itu Chenle dan Mingrui tidak ingin bersama ecan mereka lebih memilih Mark dan kakak tau Mingrui bilang apa sebelum pergi? Mingrui bilang 'bukankah papi yang menginginkan kami untuk selalu menjauh? dan sekarang kami lakukan, maaf sebelumnya selalu menyusahkan papi, mulai sekarang kami tidak akan pernah menampakkan diri lagi di depan papi'" Haechan memejamkan matanya menahan tangis.

Padahal sebelumnya ia bilang pada Hendery bahwa ia tidak peduli jika Mark datang mengambil kedia anaknya. Tapi sekarang Haechan malah takut jika kedia anak itu pergi.

"tenanglah itu takkan terjadi" melihat mata berkaca-kaca Haechan, Hendery meraih tubuh Haechan ke pelukannya.

"jangan menagis, bukankah semua orang sudah bilang 'jangan membuat dirimu menyesal di kemudian haru' bahkan ecan bilang ecan tak peduli pada mereka, sekalipun Mark datang mengambil mereka"

"itu dulu, sekarang ecan tak mau mereka pergi"

"ecan benar, mulai sekarang coba perbaiki semuanya, ini masih belum terlambat untuk memperbaikinya"

Hendery melonggarkan pelukannya dan menatap wajah Haechan.

"semangat jangan menangis, mereka saja tak pernah menangis ketika ecan diamkan" Haechan tertunduk mendengar penuturan kakaknya.

"maaf"

"mintalah pada mereka" Haechan mengangkat kepalanya menatap Hendery lalu mengangguk.

Haechan mengingat sesuatu di pikirannya, ia menatap dalam Hendery lalu memegangi kedua bahu kakaknya itu.

"kakak tau?" Hendery menggeleng "ishh ecan belum selesai, tadi kami bertemu dengan paman Kang Saewon" ujar Haechan.

"benarkah?" kaget Hendery.

Haechan mengangguk membenarkan, sekarang tatapan Haechan kosong menatap ke bahu kiri sang kakak "kak Dery bagaimana jika eomma dan appa masih hidup?" Hendery termangu mendengar pertanyaan adiknya.

"entahlah can, kakak juga bingung"

"jika mereka benar-benar sudahtak ada setidaknya pasti ada sebuah bukti yang membenarkan hal itu, tapi.. "

"karna itu ecan berpikir mereka masih ada, paman Saewon saja masih hidup, bukankah paman Saewon juga pergi bersama Appa dan eomma? lalu tidak mungkinkan hanya orangtua kita yang mati dan.. jasadnya saja sampai sekarang tidak jelas keberadaannya dimana, terbakar? jika memang tubuh mereka hangus terbakar seharusnya disana masih ada abunya yang bisa di jadikan bukti bahwa mereka memang benar-benar mati kak.. " luruh sudah pertahanan Haechan, pelupuk matanya tak bisa lagi menahan bendungan air mata yang siap terjun membasahi pipinya.

"kakak.. bagaimana jika semuanya bohong?"

Hendery kembali memeluk Haechan dengan erat. Jujur, ia juga tidak percaya dengan kebenaran itu. Hendery juga berpikir sama dengan Haechan bahwa semua ini hanya sebuah kebohongan. Tapi dimana orangtua mereka?

"jangan berpikir yang tidak-tidak, jika mereka masih ada suatu saat nanti pasti kita bisa berkumpul kembali" lirih Hendery.

"appa eomma sebenarnya dimana kalian? jangan membuat kami hidup seperti ini, kami benar-benar membutuhkan kalian" batin Hendery.

My Problem and Our ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang