52. Aku Bisa

35 3 0
                                    


ceritanya cringe batt dah, dahal awalnya dah mikirin alurnya matang-matang pas nulis malah gini.

salut dehh sama yang masih baca sampai sini...

£

votment gaess

£


Sinar matahari merambat menerangi sebagian kota besar yang saat ini sudah mulai sibuk. Orang-orang berlalu lalang melewati jalanan berniat melakukan kegiatan penting mereka.

Pagi ini Haechan sedang bersiap-siap menyambut kedatangan Hendery dan orangtuanya. Sudah hampir seminggu ia menunggu akhirnya hari yang ia tunggu pun tiba. Padahal sebelumnya Haechan hanya perlu menunggu dua hari untuk menyambut kedatangan mereka.

"AAAAAA" suara teriakan yang memekakkan telinga itu berasal dari Chenle. Haechan yang mendengarnya sontak terkejut lalu dengan langkah cepat ia berlari menuju kamar putranya itu.

"ada apa?" tanyanya di ambang pintu kamar.

Chenle yang sedang duduk di lantai sontak menolehkan pandangannya menatap Haechan.

"papi" sendu Chenle berlari memeluk Haechan.

"ada apa? apa yang terjadi?"

Haechan menangkap wajah Chenle dan menatapnya dengan lamat. Chenle terdiam menerima perlakuan Haechan.

"Mingrui" Haechan mengedarkan pandangannya menatap ke sekeliling ruangan "mana Mingrui?" Chenle melengkungkan bibirnya dengan kesal ia menunjuk kamar mandi.

"Mingrui mendorong Lele karena dia ingin mandi lebih dahulu" adu Chenle.

"astaga, hanya itu?" Haechan menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.

"mandilah di kamar papi atau di dapur, jangan ribut lagi" mengusap kepala Chenle dengan lembut "papi akan memasak"

Chenle mengangguk ia kemudian mengikuti Haechan di belakang. Langkah kakinya mengarah pada kamar Haechan sedangkan Haechan melanjutkan langkahnya lurus menuju dapur.


£

Disini mereka sekarang, di rumah keluarga Jung. Setelah sarapan pagi bersama, Haechan mengajak anak-anaknya untuk pergi ke rumah Taeyong. Hari ini si kembar di liburkan dari sekolah. Bukan hanya hari ini, beberapa hari yang lalu mereka juga tidak masuk sekolah karena takut terjadi hal-hal yang tak diinginkan pada mereka. Katakan saja masalah ini belum selesai sepenuhnya, karena mungkin diluar sana masih ada bawahan Kang Saewon yang memantau mereka.

Helaan nafas kasar terdengar dari belah bibir Haechan. Bahkan sedari ia mulai duduk diruangan ini tak sedikitpun ia membuka suara. Kedua anaknya ia suruh duduk di sebelahnya masing-masing. Taeyong yang duduk di depannya pun tak membuka suara karena tatapan mata Haechan yang terlihat menajam.

"papi Mingrui ingin pulang" ujar Mingrui menggoyangkan lengan Haechan.

Haechan menolehkan kepalanya melihat Mingrui, tatapan mata yang semulanya menajam sekarang berubah jadi lebih santai dan lembut.

"Mingrui sayang, tunggu sebentar lagi ya, sampai paman Dery datang, setelah itu baru kita pergi bersama.. Grandpa dan Grandma" ucap Haechan melirih di akhir kalimat.


"ini, bubu membawakan kalian makanan dn minuman" ujar Taeyong datang membawa nampan di tangannya.

"ayo nikmati jamuannya" senyuman Taeyong melebar mengusap pelan kepala Mingrui yang dekat dengannya.

"terimakasih bubu" sela Chenle menggapai sebuah minuman untuk ia nikmati.

"leganya.. " desah Chenle meletakkan gelas bekas minumnya di atas meja.

Taeyong yang melihat anak itu dengan tatapan gemas ingin sekali ia mencubit pipi gembul Chenle.

Haechan berdehem pelan melihat tingkah Taeyong. Seketika Taeyong merubah kembali ekpresi wajahnya dengan senyuman kikuk.

"umm.. bubu ke belakang dulu ya" pamit Taeyong pergi meninggalkan ruang tamu.

Ia tidak ingin duduk terlalu lama bersama Haechan karena ia tahu bahwa Haechan beberapa waktu ini seperti menghindarinya.

"aishh.. Mark Mark... kau yang berbuat tapi bubu yang menikmati hasilnya" keluhnya memandang ke ruang tamu.

Taeyong merogoh sakunya mencari handphone yang selalu ia letakkan disana. Mencari nomor kontak orang tersayangnya lalu menghubungkan ke panggilan suara.

Lama Taeyong menunggu namun panggilan telepon itu tak kunjung terhubung.

"astaga kemana anak ini?"

Taeyong berdecak kesal, ia letakkan kembali handphonenya lalu menyusul ke ruang tamu melihat Haechan serta anak-anaknya.

"mereka sepertinya bahagia tanpa adanya peran Mark disana, kasian kau Mark, bubu tidak akan ikut campur dengan masalahmu" batin Taeyong.

"boleh bubu duduk?" tanya Taeyong menempatkan dirinya di sofa singe.

"silahkan bubu, kami hanya tamu di sini" ujar Haechan dengan senyum paksanya.

"hah! kau benar" Taeyong tersenyum simpul menatap Haechan. Sungguh canggung sekali rasanya.

"Haechan... " lirih Taeyong menatap sendu manik Haechan "bagaimana hari-harimu selama ini tanpa adanya ayah dari anak-anakmu?" Haechan mengubah ekpresinya menjadi sendu dan terlihat seperti tidak suka dengan pembahasan Taeyong itu.

"ahh.. bubu tidak bermaksud apa-apa, jika tak ingin menjawab tak apa"

Haechan hanya diam, di kepalanya tersimpan banyak hal yang juga ia ingin tanyakan pada anak-anaknya. Namun ia tidak ingin memperdebatkan hal yang tak ingin lagi ia pikirkan. Sudah cukup dirinya dan anak-anaknya menderita selama ini. Toh tanpa adanya ayah dari anak-anaknya pun ia bisa menjaga dan menghidupi si kembar.

"maaf bubu haechan sudah tak ingin lagi membahas hal itu"






















My Problem and Our ProblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang