Chapter 18 - 2 : Aku Memercayaimu, Jadi Jangan Kau-

149 25 1
                                    

Sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Luo Wan Qing menebas ke bawah dengan pedangnya. Pedang itu dingin sekali, tetapi Qin Jue bergeming. Ia memandangi Luo Wan Qing dengan senyuman di wajahnya.

Pedang itu berhenti di atas kening Qin Jue. Luo Wan Qing berujar tenang, "Demi diriku sendiri."

Luo Wan Qing berlatih teknik yang paling dasar setiap malam dan menggendong Qin Jue di punggungnya selama siang hari.

Dari hari pertama Qin Jue naik ke punggungnya, seolah-olah ia sudah kehilangan kakinya dan tidak pernah mau berjalan lagi. Setiap hari, ia memohon dan mengiba pada Luo Wan Qing agar menggendongnya.

Awalnya, Luo Wan Qing ingin menghajarnya, tetapi kemudian, ia jadi terbiasa. Bobot tubuh Qin Jue aneh. Menurut akal sehat, bobot tubuhnya akan jadi semakin berat seiring berjalannya waktu, dan kekuatan fisiknya akan melemah. Tetapi bobot tubuhnya sama setelah menggendongnya selama satu hari. Tidak begitu melelahkan hingga ia tidak sanggup menggendongnya, tetapi tidak ringan juga.

Ia menggendongnya selama beberapa hari berturut-turut. Suatu hari, saat ia menganggkat sebongkah batu dan kembali untuk mendirikan sebuah tungku dan api, ia menyadari bahwa ia sanggup memindahkan apa yang dulunya berat baginya. Ia tiba-tiba merasa bahwa menggendongnya bukanlah hal yang buruk. Mereka melakukan perjalanan siang dalam malam selama sebulanan ini dengan cara seperti ini, menjadikannya sudah setengah perjalanan.

Pagi-pagi sekali, ketika ia mengendong Qin Jue, pria itu melihat kota dari kejauhan. Ia menghela napas dan berkata, "Aku hampir kehabisan anggur. Aku ingin sekali meminumnya."

Luo Wan Qing mengabaikannya dan terus maju. Qin Jue menambahkan: "Aku ingin makan ayam panggang, aku ingin membeli pakaian baru, aku mau beli kue ...."

"Jangan harap," Luo Wan Qing mendengarnya ingin masuk ke kota, "Masuk ke dalam kota terlalu merepotkan dan akan menunda waktu."

Luo Wan Qing teringat terakhir kali ia masuk ke dalam kota untuk membeli 'pencapaian hebat' itu dan berkata: "Kau jalan-jalan seharian!"

"Kalau begitu kau yang pergi!" Qin Jue langsung berkata, "Aku akan menunggumu di pinggiran kota. Belikan barang-barang yang kuinginkan."

"Tidak pergi." Luo Wan Qing menolak tanpa keraguan.

Qin Jue melingkarkan lengannya di lehernya dan mulai melihat ke wajahnya, berujar singkat, "Nona Liu, Ketua Liu, Kakak Liu? Bantu aku, dong. Belikan aku sesuatu. Aku tidak bisa terus-menerus tinggal di antah-berantah, dan kau harus membeli sesuatu, ah, dan ...."

"Baiklah." Luo Wan Qing jengkel dengannya. Setelah teringat mereka hampir kehabisan minyak dan sepatunya yang lusuh, ia akhirnya menyuarakan: "Akan kubelikan. Tunggu aku di sini."

"Baiklah, ini daftarnya." Qin Jue menyerahkannya secarik kertas yang penuh tulisan dan berkata penuh rasa terima kasih, "Terima kasih."

Luo Wan Qing menerima kertas itu tanpa ekspresi dan menjejalkannya ke dalam dadanya, menurunkannya dan menghafalkan lokasi itu sebelum menolehkan kepalanya menuju ke arah kota.

Ia sudah lama menyita butiran emas itu dan tidak perlu memintanya. Belakangan ini, ia sudah belajar mengenali arah dengan saksama dari Qin Jue. Tidak akan jadi masalah untuk menjemputnya.

Akan terlalu merepotkan jika Qin Jue masuk ke dalam kota dan membeli segala macam barangnya yang amburadul itu. Ia hanya perlu membeli yang penting-penting saja.

Luo Wan Qing membuka kertas itu dan melirik ke daftar yang penuh tulisan tersebut. Tulisan tangan pria ini indah, jelas, dan enak dilihat mata. Ia bahkan bisa menulis dengan indahnya menggunakan arang. Apabila ia menggunakan kuas, akan lebih baik lagi. Tetapi seorang lelaki menulis dengan huruf kecil

Cang Lan Dao [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang